PERSATUAN NARAPIDANA INDONESIA

Persatuan Narapidana Indonesia, mencoba menyuarakan secara profesional hak-hak dan kewajiban narapidana di Indonesia. Berdasarkan Undang-undang dan peraturan yang berlaku di Indonesia

PANGLIMA DENSUS 86 LAPAS KLAS I CIPINANG

Kebersamaan yang dibangun antara narapidana dengan petugas Lapas, dalam rangka PEMBINAAN KEPRIBADIAN sebagai wujud pelaksanaan Undang-Undang Pemasyarakatan

KAMI ADALAH SAUDARA, SEBAGAI ANAK BANGSA INDONESIA

Dalam Kebersamaan peringatan Hari Proklamasi Republik Indonesia 17 Agustus 2006, Kami sebagai anak bangsa, juga ingin berperan aktif dalam mengisi pembangunan di Indonesia

Artis Ibukota berbagi Keceriaan dan Kebahagiaan bersama Narapidana Indonesia

Bersama Artis Ibukota, mereka yang mau peduli dan berbagi kebahagiaan bersama narapidana dalam rangka perayaan Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Team Futsal Narapidana Indonesia

Buktikan Sportivitasmu dan Buktikan Kamu Mampu, Semboyan olaharaga Narapidana Indonesia dalam rangka Pembinaan Kepribadian

Sabtu, 30 Juni 2007

PENJARA SWASTA.....?????

SUARA PEMBARUAN DAILY

Oleh Iqrak Sulhin

Media massa nasional belum lama ini banyak menyiarkan pemindahan 244 narapidana (napi) yang merupakan bandar narkoba ke Nusakambangan (NK). Di tempat itu, ke-244 napi disebar di empat lembaga pemasyarakatan (lapas) super-maximum security (SMS).

Upaya memutus rantai bandar narkoba yang sudah dibui dengan perdagangan di luar penjara, positif untuk masyarakat. Pertanyaan selanjutnya, apa saja masalah di penjara kita? Hal ini perlu dipertanyakan, sebab sampai sekarang, masalah pokok penjara adalah regulasi menyimpang dan overcrowding (overkapasitas) di kota-kota besar.

Keduanya kemudian berkorelasi dengan kualitas pengelolaan penjara. Masalah bandar narkoba hanyalah sebagian kecil, bukan inti masalah.

Setelah sekian lama penjara hanya dikelola pemerintah, kita harus mengakui masih banyak masalah. Tulisan ini akan mencoba menelaah kemungkinan penjara yang dikelola swasta. Saatnya alternatif solusi secara multistakeholder, yang tak hanya dikelola oleh Dephukham, juga stakeholder lain yaitu organisasi masyarakat sipil (LSM) dan swasta.

Pengalaman Amerika Serikat dan Australia dapat dijadikan pembanding. Dalam upaya mengatasi penjara, mereka membentuk suatu badan yang dikenal dengan Prison Ombudsman (Ombudsman Penjara/OP). Lembaga ini berfungsi sebagai mediator antara sejumlah stakeholder: narapidana, petugas penjara, dan otoritas yang ada di atas penjara (di Indonesia, Ditjen Pemasyarakatan).

Tugas OP tak jauh berbeda dengan tugas lembaga ombudsman yang kita kenal selama ini. Jika ombudsman secara umum berurusan dengan keluhan masyarakat atas penyelenggaraan administrasi dan kebijakan publik, OP berurusan dengan pelaksanaan pidana dan pembinaan di penjara.

Wilayah kerja OP (di Amerika dan Australia), antara lain kondisi fisik penjara, kesehatan, kualitas makanan, pendidikan dan pelatihan. OP independen dari struktur pemerintahan. Jika dikontekstualisasi di Indonesia, lembaga ini harus independen dari Dephukham, berarti langsung berada di bawah presiden.

Kalau seandainya kita mempunyai OP, haruslah independen, karena Ditjen Pemasyarakatan hingga sekarang ini masih menjadi single stakeholder penjara. Di sisi lain, bagaimana mungkin menangani masalah penjara dengan baik, jika yang ditugaskan memperbaiki penjara adalah bagian dari masalah itu sendiri?

Serba Tak Beruntung
Sebelum lebih lanjut membahas kemungkinan penjara yang dikelola swasta, mari kita tengok dulu input yang masuk ke penjara. Mereka yang menjadi napi adalah orang- orang serba tak beruntung, yang tidak dapat memperjuangkan dirinya sendiri. Mulai dari proses penangkapan, dari begitu banyak pencopet, hanya sebagian kecil yang tertangkap. Di semua negeri, hanya sebagian kecil pelanggar pidana yang tertangkap.
Di pengadilan, seharusnya terdakwa memerlukan pengacara andal, namun urung karena biayanya tak sedikit. Status sosial ekonomi terdakwa, mayoritas menengah ke bawah, sehingga tak mampu membayar pengacara.

Dengan input seperti ini (mayoritas napi dari status sosial ekonomi rendah), napi kehilangan privasi -sering berakhir dalam bentuk resistensi terhadap sistem penjara. Tak sedikit yang bunuh diri, sebagai alternatif menghilangkan penderitaan. Kemudian, dengan input yang amburadul demikian, penjara masih diperparah oleh proses dan manajemen, bahkan menjadi faktor dominan atas sejumlah masalah penjara.

Masalah utama dalam manajemen penjara di Indonesia adalah masalah otonomi, penjara tidak otonom terhadap institusi di atasnya. Untuk memperbaiki fisik penjara, kualitas sanitasi, makanan, kesehatan, dan lain-lain, manajemen penjara akan menunggu keputusan otoritas lebih tinggi. Dalam relasi seperti ini, pada akhirnya, yang paling dirugikan adalah napi. Itu yang pertama.

Kedua, masalah proses pembinaan. Kita menganut mazhab (filsafat) reintegrasi sosial. Hukuman tidak bersifat derita, tetapi reintegrasi pelaku dengan masyarakat. Untuk mencapai tujuan ini, perlu memberi bekal kepada napi. Jika pengangguran, diberi keterampilan.

Namun proses pembinaan hanya di atas kertas. Seperti laporan tahunan sebuah penjara, yang menyatakan telah memberikan pelatihan menjahit dan pelatihan komputer. Padahal mesin jahit hanya satu, dan komputer pelatihan hanya rangka hardware-nya. Serba di atas kertas, sehingga penjara menjadi identik dengan "sekolah" kejahatan.

Ketiga, masalah kontrol sosial. Relasi antarnapi didasarkan atas kewenangan, di mana kontrol yang dominan adalah represi (dalam bentuk penghukuman). Misalnya, tindakan terhadap napi yang melakukan kerusuhan, kekerasan, atau melanggar peraturan, semua serba represif.

Demikianlah penjara kita. Maka kalau di media massa kita sejak dulu hingga sekarang masih saja menyuguhkan persoalan yang sama (overkapasitas), kita menjadi tak perlu heran, mengapa tak juga ada perubahan. Paradigma sekarang memang susah berubah, sebab senantiasa mendefinisikan realitas namun miskin tindakan. Perubahan hanya mungkin dari keinginan kuat Menhukham.

Jika kita sepaham perlu ada perbaikan, salah satu alternatif adalah dengan mendirikan penjara yang dikelola swasta.

Input utama penghuni penjara dewasa ini adalah kalangan ekonomi menengah ke bawah, sehingga jika penjara dijadikan sebagai pusat kegiatan ekonomi (yang sekaligus memberi keterampilan), akan mengurangi masalah. Kriminal dengan motif ekonomi (karena pengangguran), sebagian akan tertanggulangi.

Hambatan
Apa hambatan penjara swasta? Indonesia belum memiliki lembaga OP. Badan Pertimbangan Pemasyarakatan (BPP) sekarang ini, tidak dapat dipadankan dengan OP, karena BPP adalah bagian dari Dephukham.

Supaya Ditjen Pemasyarakatan tidak menjadi pemain tunggal, terlebih dahulu harus didirikan lembaga semacam OP.

Ide swastanisasi penjara bermuara pada tiga tujuan.

Pertama, sebagai cara untuk memperbaiki kondisi penjara melalui self generating income. Selama ini, keterbatasan dana menjadi alasan utama bagi buruknya kondisi penjara.

Kedua, sinkronisasi proses pembinaan dengan dunia bisnis. Selama ini penjara menyebabkan extreme idleness (keberadaan yang tak berguna). Banyak kegiatan di penjara yang ternyata tak bermanfaat. Jika pun ada pembinaan, tidak efektif dan tingkat partisipasi napi sangat rendah.

Kalau saja didayagunakan, napi bisa menjadi tenaga kerja potensial yang dapat menggerakkan kegiatan ekonomi, terutama untuk industri padat karya. Dengan kerja sama penjara dengan dunia bisnis, penjara bisa relatif mendapatkan manfaat dari kegiatan ekonomi. Di Tiongkok, salah satu rahasia produk murah adalah dengan mendayagunakan napi.

Ketiga, memungkinkan napi mendapatkan uang berupa tabungan, karena napi mendapat gaji selama bekerja di penjara. Kegiatan ekonomi juga akan mendukung tujuan akhir pembinaan di penjara, mengintegrasikan kembali napi dengan masyarakat.
Integrasi hanya dapat terjadi jika mantan napi mampu beradaptasi dengan dinamika masyarakat, salah satunya dengan mendapatkan pekerjaan. Ini dimungkinkan bila mantan napi sudah mendapatkan keterampilan selama di penjara.

Namun, ide ini pun memiliki sejumlah kelemahan, terkait sifat dasar kegiatan ekonomi: keuntungan sebesar mungkin dengan pengeluaran sekecil mungkin. Swastanisasi penjara memungkinkan terjadinya eksploitasi napi sebagai pekerja murah. Pemegang kekuasaan di penjara bisa mengeruk keuntungan besar tanpa memperhatikan hak napi sebagai pekerja.

Maka ide swastanisasi penjara memerlukan syarat-syarat ketat. Penjara harus melakukan reformasi struktural.
Ditjen Pemasyarakatan tidak boleh lagi menjadi stakeholder tunggal dalam proses kebijakan pemasyarakatan, dan membuka peluang pengawasan oleh publik. Bentuk konkretnya adalah dengan membentuk OP.

Manajemen penjara juga harus disinkronkan dengan dunia bisnis. Misalnya, apakah tabungan napi bisa aman. Napi juga harus diposisikan sebagai pekerja yang memiliki hak-hak selazimnya pekerja di luar penjara, seperti jaminan sosial dan upah yang harus sesuai dengan standar minimum.

Tak ada salahnya mencoba penjara swasta. Namun harus dijamin tidak ada eksploitasi, dicegah dengan pengawasan publik.

Penulis adalah staf pengajar Jurusan Kriminologi FISIP UI
Last modified: 29/6/07

http://www.suarapembaruan.com/

Selasa, 19 Juni 2007

NAPI IKUT BERDUKA CITA

Telah Berpulang ke Rahmattullah, Stakeholder NAPI-Narapidana Indonesia






  1. Bapak Abilio Soares, Pejuang Integrasi Timor Timur ke Indonesia pada tanggal 17 Juni 2007, di Kupang - Nusa Tenggara Timur

  2. Bapak Heru Supratomo, Salah satu Mantan Direktur Bank Indonesia pada tanggal 18 Juni 2007, di Jakarta
Kita telah jalani bersama-sama kehidupan didalam PENJARA, dalam keterkungkungan phisik kita, tapi hati nurani kita tidak akan pernah PADAM, TUHAN dan kita sendirilah yang sangat tahu apa amal perbuatan dan ibadah kita sebagai manusia ciptaan TUHAN, kebenaran dunia hanyalah bersifat ketidak pastian, maka menghadaplah ke TUHANmu dengan kebenaran yang HAKIKI......

Semoga amal, ibadah dan kebaikan beliau selama dimuka bumi ini, dapat diterima disisi Tuhan Yang Maha Esa dan semoga bagi keluarga yang ditinggalkan diberikan kekuatan menjalani kehidupan didepan yang penuh ketidak pastian..... Amin

Kami para NAPI-Narapidana Indonesia Ikut berduka cita

Minggu, 17 Juni 2007

Eurico Guterres Terguncang Dengar Kabar Abilio Meninggal

17/06/07 17:34

Kupang (ANTARA News) - Kabar duka tentang meninggalnya mantan Gubernur Timor Timur(Timtim), Abilio Jose Osorio Soares di RSUD Prof WZ Johannes Kupang, Minggu, membuat batin terpidana pelanggaran HAM berat Timtim, Eurico Guterres terguncang di penjara Cipinang Jakarta."Batinnya sangat terguncang ketika itu...Sambil mengepalkan tangan dan menengadah ke langit-langit penjara, ia mengatakan..Hukman, Abilio telah pergi," demikian kata Guterres seperti dilukiskan oleh juru bicaranya, Hukman Reny, SH.

Ketika dihubungi ANTARA News dari Kupang, Minggu, Hukman mengatakan, "Saya melihat Eurico (Guterres) benar-benar berduka ketika mendengar kabar meninggalnya mantan Gubernur Timtim, Abilio Jose Osorio Soares."Dia seperti kehilangan sesuatu yang sangat berharga...Kelopak matanya tampak sembab dan menerawang jauh sambil tak hentinya menghela nafas panjang kemudian berucap...Kenapa..kenapa... harus Abilio?," tutur Hukman melukiskan keadaan jiwa Guterres yang juga mantan Wakil Panglima Pejuang Integrasi (PPI) pada saat itu.

Bagi Eurico Guterres, kata dia, kepergian Abilio ini merupakan sebuah kehilangan ganda yang sangat menyakitkan, karena dimata Eurico, Abilio adalah seorang pejuang dan tokoh masyarakat Timor Timur yang amat disegani dan dicintai masyarakatnya.

Eurico Guterres juga menganggap Abilio adalah seorang tokoh sekaligus orangtua yang memiliki sikap tegas dalam mempertahankan prinsip ke-Indonesia-annya."Saya menyesal mengapa seorang Abilio yang masih kita butuhkan sebagai obor perjuangan, begitu cepat pergi", kata Eurico seperti dikutip juru bicaranya."Jujur saya katakan bahwa beliau adalah salah satu cermin perjuangan saya dalam mempertahankan Merah Putih di Timor Timur.

Saya banyak belajar dari Abilio mengenai prinsip dan kesetiaan perjuangan," tambahnya.Eurico Guterres mengatakan, dengan kepergian Abilio, praktis tinggal Joao Tavares (mantan Panglima Pejuang Integrasi Timtim) yang menjadi "bapak" perjuangan masyarakat Timor Timur pro Indonesia.Hukman mengatakan saat ini Eurico Guterres sedang berusaha meminta izin dari pihak berwenang di Cipinang agar dirinya diperkenankan menghadiri pemakaman Abilio di Kupang.

Pengamat masalah Timor Leste, Florencio Mario Vieira mengatakan, Bangsa Indonesia telah kehilangan seorang tokoh yang tetap konsisten dengan pilihan politiknya sampai akhir hayatnya."Konsistensi politik yang ditunjukkan Abilio telah menjadi sebuah pembelajaran bagi para `pelacur politik` bahwa konsistensi terhadap pilihan politik merupakan sebuah kehormatan yang bermartabat," kata Mario yang dihubungi secara terpisah.(*)

http://www.antara.co.id/arc/2007/6/17/guterres-terguncang-dengar-kabar-abilio-meninggal/



Jumat, 15 Juni 2007

Roy Marten Juru Bicara Napi

GATRA.COM

Pertengahan pekan lalu, Roy Marten, 55 tahun, mantan narapidana (napi) kasus narkoba, mendatangi kantor Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM). Aktor senior itu membawa bendera Persatuan Narapidana Indonesia (NAPI), bersama Sussongko Suhardjo (Wakil Sekjen KPU), mengadukan nasib napi yang sering dipolitisir pihak berwenang.

NAPI, kata Roy, meminta agar praktek "menahan napi selama mungkin dalam penjara" segera diakhiri."Kami perjuangkan ini karena, ketika seorang napi mendapatkan pembebasan bersyarat atau asimilasi, tidak dikasihkan. Tidak diberikan sama sekali. Tanpa alasan. Nggak dikasihkan, padahal ada di Undang-Undangnya," kecam Roy.

Aktor yang beken pada 1970-an ini menjelaskan bahwa paradigma "memelihara para napi selama mungkin di penjara yang berkorelasi positif dengan pengelola penjara", diwujudkan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, dengan penghilangan sepertiga masa tahanan dan sepertiga remisi dalam perhitungan pembebasan bersyarat.

"Kami ingin Undang-Undang atau peraturan dilaksanakan sesuai dengan aturannya. Karena selama ini yang kami temukan bahwa ada hak-hak napi yang dilanggar oleh negara," tegas Roy."Akibatnya, penjara penuh, dan terjadi gesekan antar-napi yang sangat rawan. Yang kapasitas 2.000, jadi 4.000. Anda bayangkan, 4.000 orang bermasalah di dalam satu LP (Lembaga Pemasyarakatan)," tambah suami Anna Maria ini.

Tuntutan para napi untuk menghilangkan praktek "memelihara napi selama mungkin" itu, kata Roy, tidak lah berlebihan. Roy lantas mengambil contoh soal remisi yang diberikan pemerintah kepada Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto. Menurutnya, perhitungan pembebasan yang diberikan kepada anak bekas RI-1 Soeharto itu adalah contoh hitungan yang tepat.

"Saya bukan mau membela beliau. Bukan! Tapi (remisi) beliau, kalau dihitung itu benar. Masalahnya teman-teman yang lain dihitungnya tidak benar. Yang harusnya mendapatkan pembebasan bersyarat atau asimilasi tidak dijalankan, sehingga seolah-olah Tommy Soeharto mendapat perlakuan khusus. Enggak! Itu perlakuan biasa, tapi yang ini (napi lainnya) yang luar biasa," papar Roy.

Perjuangan Roy dengan organisasi yang diketuai pejuang integrasi RI-Timtim Eurico Gutteres, dengan juru bicara lainnya Rahardi Ramelan ini, bakal berlanjut hingga ke Komisi III DPR-RI. Upaya Roy dan NAPI, menurutnya, adalah rasa solidaritas dari dirinya sebagai eks napi terhadap para napi yang masih berada di bui.

"Kalau Anda pernah dipenjara, akan timbul solidaritas itu. Bahwa kebebasan itu sangat mahal! Kalau saya pribadi, saya bersalah, dan saya bayar itu. Lunas! Masalah saya selesai! Tapi yang saya perjuangkan adalah masalah teman-teman yang masih di dalam yang jumlahnya ada enam puluh ribu lebih di Indonesia," papar Roy, dengan tegas. [EL]

http://www.gatra.com/index.php


Kamis, 14 Juni 2007

Roy Marten Juru Bicara Persatuan Napi

Indopos online, Status narapidana hanyalah masa lalu bagi aktor senior Roy Marten. Tapi, bukan berarti dirinya bisa begitu saja menghapus kenangan yang didapat selama berada di balik jeruji besi. Terlebih soal keakraban dengan teman-teman sesama narapidana.

Hingga saat ini, tak kurang sebulan sekali Roy, baik sendiri maupun ditemani istri tercinta, Anna Maria, rutin mendatangi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cipinang, Jakarta Timur. Tentu kedatangan Roy ke hotel prodeo itu tidak dengan tangan hampa.

Bintang film kelahiran Salatiga, Jawa Tengah, 1 Maret 1952 itu tak pernah lupa membawa oleh-oleh untuk teman-temannya yang masih menjalani hukuman. Roy mengaku paling sering membawa makanan, di samping rokok yang menjadi favorit warga tahanan. "Yang paling sering adalah pempek Palembang. Kadang juga buah-buahan. Yah, bergantung permintaan teman-teman saja," paparnya.

Hubungan yang dijalin tersebut, kata Roy, tidak lain sebagai bentuk rasa hormat dan saling menghargai sesama teman senasib. Lagi pula, selama di sana, Roy selalu diperlakukan dengan baik. "Saya memang bukan narapidana lagi. Tapi, komunikasi harus tetap berjalan," ucapnya.

Tidak sampai di situ, kedekatan Roy dengan teman-temannya di lapas semakin kental setelah baru-baru ini Roy ditunjuk sebagai juru bicara Persatuan Narapidana Indonesia (Napi). Misi organisasi itu adalah memperjuangkan hak-hak narapidana yang terabaikan. Kemarin ditemani beberapa pengurus Napi, Roy mendatangi kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Mereka mengadukan beberapa indikasi pelanggaran hak asasi manusia di kalangan narapidana. Roy mengaku sangat prihatin atas nasib narapidana yang tanpa sadar kehilangan hak-hak yang telah diatur oleh undang-undang (UU).

Salah aktor film Mengejar Mas-Mas itu pun menyebutkan beberapa contoh yang dimaksud pelanggaran."Dalam undang-undang disebutkan, narapidana yang telah menjalani setengah dari masa hukuman berhak mendapat asimilasi. Artinya, dia berhak bekerja di luar lapas. Berangkat pagi, setelah itu kembali lagi ke lapas sore. Tapi, realisasi untuk hal itu belum ada," paparnya.

Selain itu, keprihatinan Roy tergerak saat menyadari matinya kreativitas narapidana yang sebenarnya memiliki bakat khusus. "Ada beberapa narapidana yang bisa membuat buku. Tapi, para penerbit takut mengeluarkan bukunya karena statusnya sebagai narapidana," tuturnya.

Sebelum Roy yang bersuara lewat organisasi yang diketuai Enrico Guteres tersebut, tidak sedikit organisasi serupa yang mencoba mengangkat masalah itu. Tapi, belum terlihat hasil yang diharapkan. Meski begitu, kali ini Roy optimistis dengan apa yang dilakukan bersama teman-temannya. "Kita harus berpikir positif.

Berhasil atau tidak urusan nanti. Perjuangan harus dimulai dari sekarang," ucapnya. "Narapidana dihukum karena melanggar hukum. Jangan sampai para petugas hukum malah melanggar hukum," lanjut Roy.(rie)

http://www.indopos.co.id/index.php


Roy Marten, Perjuangkan Hak Asimilasi Napi

Aktor gaek Roy Marten (54) sepertinya tidak mau begitu saja melupakan "sekolahnya" di LP Cipinang, Jakarta Timur. Setelah enam bulan lebih menghirup udara bebas, sekeluarnya dari LP Cipinang pada 1 Desember 2006 Roy kangen berkumpul bersama mantan rekan-rekannya yang hingga sekarang masih berada di dalam sel.

Bahkan Roy baru saja mendirikan lembaga nonprofit Persatuan Narapidana Indonesia, yang peduli terhadap para narapidana (napi). Tujuan lembaga itu adalah memperjuangkan hak-hak seluruh napi di Tanah Air. Salah satu hak yang sedang diperjuangkan Roy adalah proses asimilasi napi.

Sebagaimana diatur UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, asimilasi merupakan hak napi sebagai persiapan kembali ke masyarakat setelah menjalani setengah hingga dua per tiga masa hukumannya. "Ada kecenderungan yang dilakukan oknum pejabat hukum (di Indonesia) adalah tidak memberikan hak asimilasi itu, meskipun para napi telah menjalani hukuman lebih dari setengahnya," kata Roy seusai mengadu ke Komnas HAM, Jalan Latuharhari, Menteng, Jakarta Pusat, kemarin siang.

Seharusnya, kata Roy yang ditunjuk sebagai juru bicara, para napi diberikan hak untuk keluar LP pada pagi hari untuk bekerja apapun di masyarakat, dan kembali lagi ke LP pada sore hari. Proses tersebut dilakukan sebagai persiapan untuk kembali lagi ke tengah masyarakat sekeluarnya dari LP.

"Sebagai napi kami tidak ingin diistimewakan, tetapi kami meminta hak-hak kami sesuai dengan undang-undang," kata ayah pesinetron Gading Marten tersebut.

Berdasarkan pengalamannya selama menjadi napi, Roy juga tidak pernah memperoleh haknya saat remisi diberikan kepadanya. Katanya, selama menjalani masa tahanan 9 bulan dirinya berhak atas remisi (pemotongan hukuman) sebesar 1 bulan dan 3 minggu. "Namun yang terjadi saya hanya mendapatkan remisi 1 bulan," kata suami Anna Maria, yang seharusnya keluar dari LP pada awal September 2006.

Roy mengaku optimis dengan adanya perubahan dalam struktur kepemimpinan Departemen Hukum dan HAM yang sekarang dipegang Andi Matallata. (kin)
Sumber: Warta Kota


KOMNAS Temukan Pelanggaran HAM di LP

Narapidana,

Jakarta, Kompas - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM menemukan adanya pelanggaran HAM di lembaga pemasyarakatan terkait keterlambatan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan. Lambatnya eksekusi berefek pada hilangnya hak napi memperoleh remisi dan mundurnya jadwal pemberian asimilasi serta pembebasan bersyarat.

Hal itu dikemukakan Ketua Subkomisi Perlindungan Hak Sosial dan Politik Komnas HAM, Lies Soegondo, Rabu (13/6), saat menemui perwakilan Persatuan Narapidana Indonesia (Napi). Persatuan Napi diwakili aktor senior Roy Marten dan mantan Wakil Sekretaris Jenderal Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sussongko Suhardjo. Keduanya adalah juru bicara Napi. Ketua Persatuan Napi saat ini dijabat Eurico Gutteres.

Menurut Lies, Komnas HAM telah meneliti beberapa LP selama lebih kurang 1,5 tahun. Ternyata, banyak tahanan yang belum dieksekusi meskipun putusan hakim sudah berkekuatan hukum tetap. "Kalau terlambat pelaksanaan eksekusi, dia tetap sebagai tahanan. Statusnya belum menjadi napi. Dengan demikian, dia belum dapat menerima remisi karena statusnya belum menjadi napi," ujar Lies.

Menurut Lies, lambatnya pelaksanaan eksekusi disebabkan lambatnya salinan putusan diterima jaksa. Kaitannya dengan hal tersebut, ia telah berbicara dengan Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.

Sementara itu, Persatuan Narapidana Indonesia mengadu ke Komnas HAM karena tidak diberikannya hak-hak napi, seperti pembebasan bersyarat dan asimilasi sesuai ketentuan perundangan.

Menurut Sussongko yang divonis 19 bulan penjara terkait kasus suap di lingkup KPU, saat ini ada paradigma untuk menghukum napi lebih lama.
Hal tersebut, kata Sussongko, tercermin dalam tiga Surat Edaran Direktorat Jenderal Pemasyarakatan tentang pembebasan bersyarat dan asimilasi. Surat edaran itu menghilangkan sepertiga masa tahanan dan sepertiga remisi dalam penghitungan pembebasan bersyarat dan menghilangkan setengah masa tahanan dan remisi dalam penghitungan asimilasi.

"Kami cuma ingin hak napi diberikan sesuai dengan UU," ujar Sussongko.
Lebih jauh Sussongko menceritakan pengalamannya. Saat masih berada di penjara, Sussongko pernah menerima surat putusan memperoleh asimilasi. Namun, SK tersebut tidak pernah dilaksanakan sampai masa pidananya berakhir.

"Tidak pernah ada alasannya. Di penjara itu semua tidak ada alasannya," ujar Sussongko.

Ia menambahkan, hal serupa juga dialami napi yang lain. Padahal, jika pembebasan bersyarat dan asimilasi dilaksanakan sesuai ketentuan, kata dia, dapat berdampak pada pengurangan jumlah penghuni. Berkurangnya penghuni LP akan menyebabkan berkurangnya pungutan terhadap napi. (ana)

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0706/14/Politikhukum/



Rabu, 13 Juni 2007

Roy Marten Jadi Jubir Narapidana

Kapanlagi.com - Aktor gaek kharismatik Roy Marten kini punya jabatan baru. Sebagai publik figur yang sempat mencicipi dinginnya bui, Roy dinilai sosok yang pas untuk mewakili kepentingan teman-temannya yang tergabung dalam Persatuan Narapidana Indonesia sebagai juru bicara.

Organisasi yang didirikan 5 bulan lalu di penjara Cipinang diketuai oleh Enrico Gutterez, eks pejuang pro Indonesia Timor Timor dan beranggotakan 60 ribu napi dari seluruh Indonesia.

"Organisasi bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak teman narapidana yang diatur dalam UU yang berlaku bukan untuk diperlakukan secara istimewa,"ujar Roy di Kantor Komnas Ham - Menteng Jakarta Pusat - Rabu (13/6).

Ditambahkan oleh ayah aktor Gading Marten bahwa selama ini hak-hak napi seperti asimilasi dan pembebasan bersyarat dipreteli dan semacam dihapus hanya untuk kepentingan yang berbau financial.

"Fakta ini didasarkan analisa teman yang mensinyalir praktek-praktek regulasi tersebut terus menyimpang dan dilembagakan,"tandasnya.

Dalam UU 12/1995 tentang permasyarakatan, tercantum bahwa setelah napi menjalani 50% masa hukuman maka napi berhak mendapatkan asimilasi . Dalam masa asimilasi ini yang mana akan menjadi proses kembalinya napi untuk berbaur dengan masyarakat, dia berhak untuk bekerja di luar penjara tetapi tetap kembali ke penjara, dan apabila masa ini dijalani dengan baik napi akan mendapatkan hak remisi dalam perhitungan masa pembebasan bersyarat.

Namun hal ini tidak bisa terwujud karena ada kepentingan finansial yang diwujudkan Ditjen Pas dengan menghilangkan 1/3 masa tahanan dan 1/3 remisi dalam perhitungan pembebasan bersyarat.

Artinya penjara di Indonesia yang identik sebagai tempat penjemput maut, akan menjadi lapangan besar untuk menginjak hak asasi manusia. Padahal sangat merugikan menyimpan Napi terlalu lama, karena akan berakibat pada biaya pemeliharaan yang lebih besar dan over kapasitas rutan.

"Semua ini ditujukan untuk menaikan anggaran penjara. Kami juga maklum dan tidak menyalahkan petugas yang kesejahteraanya terbilang kecil untuk menghadapi ribuan orang bermasalah. Kalau pemerintah tidak memperhatikan hal ini, susah untuk menegakkan hukum,"ujar Roy.

Setelah Komnas Ham, Roy akan melanjutkan safarinya ke YLKI dan Komis III DPR RI. (kl/wwn)

http://html.kapanlagi.com/popular_content.html

Roy Marten Bela Narapidana

Nur Hasan - detikHot

Jakarta, Terbukti memiliki shabu-shabu, Roy Marten dijatuhi hukuman 9 bulan penjara. Aktor senior itu pun merasakan jadi narapidana. Menginap di hotel prodeo dan berteman dengan narapidana membuat Roy belajar satu hal. Para narapidana itu sering tidak mendapatkan hak mereka.

Memang, status mereka dianggap terbukti bersalah. Kendati demikian, Roy menilai, hak mereka perlu dibela. Untuk itu, ayah Gading Marten itu memperjuangkan hak narapidana melalui organisasi Persatuan Narapidana Indonesia (NAPI).

"Ini untuk memperjuangkan hak-hak narapidana yang ada di undang-undang. Selama ini hak itu tidak pernah dijalankan, supaya hak itu dijalankan," ujar Roy dalam pertemuan di Komnas HAM, Jl. Latuharhary, Jakarta Pusat, Rabu (13/6/2007).

Pria kelahiran 1 Maret 1952 itu juga memberi contoh lain soal peraturan kepemilikan handphone dalam penjara. "Kan nggak boleh karena takut jadi bandar (narkotika-red.). Janganlah yang 20-30 orang mengorbankan ribuan narapidana lain," tukasnya.

Roy rupanya masih menjaga hubungan baik dengan teman-teman barunya di penjara, khususnya LP Cipinang, Jakarta Timur. Ia masih kerap bertandang. Tak lupa membawa oleh-oleh untuk mereka, kadang mpek-mpek, kadang buah. "Tergantung permintaan," imbuh pria kelahiran Salatiga itu.Tak berjuang sendirian, NAPI diketuai oleh Eurico Guterres, dengan Rahardi Ramelan sebagai wakilnya.

http://www.detikhot.com/index.php/tainment.read/tahun/2007/bulan/06/tgl/13/time/134352/idnews/793237/idkanal/


Keluar Penjara, Roy Marten Perjuangkan Hak Napi

Rabu, 13/06/2007 13:30 WIB
Johan Sompotan - Okezone

JAKARTA - Aktor gaek Roy Marten tiba-tiba datang ke kantor Komnas HAM Rabu siang ini. Roy yang pernah dipenjara gara-gara menggunakan shabu-shabu tertarik memperjuangkan hak napi. Hak apa?

"Saya datang membawa nama Persatuan Narapidana Indonesia. Kami ingin memperjuangkan hak para narapidana," ujar Roy Marten yang menjabat sebagai juru bicara, di Kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhary No 4B, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (13/6/2007).

Selain Roy, ada dua juru bicara lainnya, yakni Prof Dr Rahardi Ramelan MSc ME dan Dr Ir Sussongko Suhardjo MSc MPA. Sayang, dua juru bicara itu tidak datang.

"Kami memperjuangkan hak-hak napi yang tercantum di Undang-Undang (UU) No 12/1995 pasal 14 tentang permasyarakatan yang selama ini diabaikan," jelas ayah aktor Gading Marten ini.

Salah satu yang diperjuangkan itu adalah hak asimilasi napi, yakni jika separuh masa hukuman napi telah dijalankan, dia berhak mendapat asimilasi. Menurut Roy, selama ini pelaksanaan hak tersebut hanya sebatas memo.

"Saya tidak ingin menyudutkan petugas. Tapi saya menghimbau agar siapa pun pejabat yang berwenang harus menjalankan tugasnya," tegas suami mantan model, Anna Maria, ini.

Roy menolak disebut memperjuangkan hak karena terbawa kasus pribadi. "Saya agak membatasi diri supaya tidak melebar ke mana-mana masalahnya. Harus digarisbawahi, saya tidak membawa kasus secara pribadi. Saya ditunjuk sebagai juru bicara karena saya sudah keluar dari penjara. Tidak mungkin orang di dalam penjara bisa berbicara seperti saya," urainya.

Lebih lanjut, pria kelahiran Salatiga, 1 April 1952, ini mengatakan bahwa dia melihat ada kecenderungan aparat memperlama masa tahanan napi.
"Itu tidak ada gunanya karena justru merugikan negara. Tidak boleh ada yang namanya diskriminasi hukum. Kami meminta hak bukan untuk diistimewakan, hanya agar semua sesuai UU," katanya.

Roy lantas memberi contoh. Seharusnya dengan vonis penjara sembilan bulan yang diterimanya, dia keluar bui pada 1 September 2006. Kenyataannya, dia baru menghirup udara bebas pada 1 Oktober 2006.

Dengan demikian, ada empat kerugian jika UU tersebut tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Pertama, kerugian negara karena negara harus menyediakan makanan napi dalam jangka waktu lama. Kedua, membuat penghuni rutan atau LP banyak dan melampaui kapasitas.
"Di LP Cipinang saja ada 4.000 napi," imbuhnya.
Kerugian ketiga adalah merugikan napi dan terakhir, bertentangan dengan hak asasi manusia.(ang)

http://www.okezone.com/


Roy Marten Wakili Napi Mengadu ke Komnas HAM

13/06/2007 13:09 WIB
Indra Shalihin

detikcom, Jakarta - Aktor kawakan Roy Marten datang ke Komnas HAM. Kedatangan Roy bukan untuk syuting film atau sinetron, tapi sebagai wakil dari Persatuan Narapidana Indonesia (NAPI).Roy tiba di kantor Komnas HAM, Jl Latuharhary, Jakarta Pusat, Rabu (13/6/2007), pukul 11.20 WIB.

Dia didampingi juru bicara NAPI, Sussongko Suhardjo (mantan pejabat KPU) untuk meminta diakhirinya politik pemeliharaan napi selama mungkin di penjara.

"Pemeliharaan napi selama mungkin di penjara berkorelasi positif dengan kepentingan finansial pengelola penjara," kata Roy.

Menurut Roy, jika hal itu tidak dihentikan, penjara di Indonesia yang kini sudah identik tempat menjemput maut akan semakin terpuruk. Penjara pun menjadi lapangan besar untuk menginjak-injak hak asasi manusia"Sebagai eks napi, saya minta pemerintah, lembaga bantuan hukum, serta DPR untuk memperhatikan hak-hak napi untuk mendapat remisi sebenar-benarnya.

Tidak ada lagi intrik permainan untuk mendapat remisi," cetus Roy yang mengenakan batik coklat lengan pendek.Roy dan Sussongko diterima oleh Komisioner Hak untuk Memperoleh Keadilan, Lies Sugondo.

"Kami di sini menerima kunjungan Anda, tetapi belum bisa untuk menyatakan indikasi-indikasi terjadinya pelanggaran HAM di setiap penjara," kata Lies.

Menurut Lies, pihaknya harus melibatkan komisi-komisi lain yang ada di Komnas HAM. "Tetapi kalau kita berbicara substansi hukumnya, memang harus diupayakan setiap napi untuk memperoleh keadilan," kata Lies.

Roy dan NAPI berkomitmen untuk menemui YLBHI dan DPR untuk memperjuangkan hak napi. Sedianya Ketua NAPI, Rahardi Ramelan, yang merupakan eks napi kasus Buloggate ikut serta. "Namun Pak Rahardi tengah melakukan studi banding ke sejumlah penjara di AS dan Eropa," kata Roy. (fiq/nrl)

http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/06/tgl/13/time/130901/idnews/793224/idkanal/10


Mantan Napi 'Serbu' Komnas HAM

13/06/2007 06:50 WIB Djoko Tjiptono -

detikcom, Jakarta - Sejumlah mantan narapidana (napi) akan mendatangi kantor Komnas HAM. Mereka meminta Komnas HAM mendesak pemerintah lebih memperhatikan nasib napi di seluruh Indonesia."Jam sebelas nanti kita akan ke Komnas HAM," kata juru bicara Persatuan Napi Seluruh Indonesia (NAPI), Susongko Suharjo kepada detikcom, Rabu (13/6/2007).

Susongko mengatakan, saat ini nasib napi di Indonesia sangat memprihatinkan. Banyak hak yang tidak mereka terima sebagaimana mestinya."Misalnya hak asimilias atau remisi. Kalau pun dapat, hitungannya tidak sesuai dengan aturan," ujar mantan Wakil Sekjen KPU ini.

Susongko sendiri adalah mantan napi yang divonis 2,6 tahun penjara. Dia dinyatakan terbukti bersama-sama dengan anggota KPU Mulyana W Kusumah, mencoba menyuap anggota BPK, Khairiansyah Salman."Saya tidak ingin pengalaman pahit selama ditahanan berulang pada napi yang lainnya," ungkap Susongko.

NAPI sendiri diketuai oleh tokoh pemuda asal Timor Timur Eurico Gueteres. Tokoh lainnya yang tergabung dalam organisasi ini antara lain, aktor Roy Martin dan mantan Kabulog Rahadi Ramelan."Tapi Pak Rahadi nanti tidak hadir karena baru berangkat ke Jerman kemarin," pungkasnya. (djo/ary)

http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/06/tgl/13/time/130901/idnews/793224/idkanal/10



Selasa, 12 Juni 2007

ADA AJA KOMENTAR SOAL BLOG'S NAPI

KOMENTAR BLOGGER's soal BLOG NAPI

Inilah salah satu tikungan mengejutkan yang saya temui di dunia yang semakin tua: Bahkan para narapidana pun sekarang memanfaatkan blog. Saya mengetahuinya lewat Sir Mbilung Mac Ndobos via YM tadi siang.

Wis tau moco blog asosiasi napi indonesia? begitu ia mendadak bertanya.

Halah, blog napi? Antara terkejut dan penasaran, saya langsung menuju ke TKP. Eureka. Benar saja. Begitu saya klik, sebuah blog dengan header mencolok terpampang di layar.

NAPI: Narapidana Indonesia (Indonesia Prisoner Association). Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia, meskipun ia telah tersesat, tidak boleh ditunjukkan kepada narapidana bahwa ia itu penjahat. Sebaliknya ia harus selalu merasa bahwa ia dipandang dan diperlakukan sebagai manusia — DR. Sahardjo, SH.

Hmm, sebuah blog yang menarik. Terus terang saya kagum. Kok ya ada orang yang sempat-sempatnya membuat blog khusus para narapidana. Dari mana dia/mereka memperoleh ilmu ngeblog?

Saya penasaran. Siapa ya pengelolanya? Seorang narapidana atau mantan? Saya juga ndak tahu, apakah para bromocorah bisa dan diperbolehkan mengakses blog ini. Tak ada keterangan yang cukup di blog itu.

Mbilung menduga Rahardi Ramelanlah orang di balik blog itu. Boleh jadi. Ia memang pernah masuk penjara Cipinang karena tersandung kasus Bulog. Selama di Cipinang, ia cukup disegani. Maklum, dia mantan pejabat, intelektual, dan cukup kaya.

Aksesnya tetap terbuka meski dipenjara. Beberapa kali ia bahkan sempat menulis artikel ke pelbagai media massa. Bukan mustahil pula jika ialah yang mengenalkan blog kepada rekan sesama tahanan lainnya. Memang ada kemungkinan bukan dia. Saya ndak tahu. Tapi, siapa pun orangnya, saya menaruh hormat dan menjura dalam-dalam.

Saya ingat Paklik Isnogud pernah mendongeng tentang penjara. Ia berujar, “Penjara cenderung membohongi dirinya sendiri. Begitu banyak orang dikurung dalam sel-selnya yang sempit, tapi begitu banyak lahir impian, angan-angan, renungan, ungkapan amarah, dan bahkan juga iman.

Penjara juga sebuah kepalsuan. Tutupan itu dimaksudkan agar si pesakitan takluk kepada ‘disiplin dan hukuman’, tetapi sering hal itulah justru yang akhirnya tak terjadi. Kurungan itu hanya menjinakkan di permukaan, sementara, tidak sungguh-sungguh.”

Saya kira Paklik benar. Blog napi itu salah satu bukti bahwa dari sel yang pengap telah lahir impian, angan-angan, renungan, dan sebagainya. Kurungan itu hanya menjinakkan di permukaan, bukan pikiran seseorang yang terus mengembara dan bergolak liar …

Dan, kini sejarah mencatat, setelah Sutan Sjahrir, dari pulau buangan, melahirkan catatan-catatan permenungan tidak dalam sajak; Tan Malaka menuliskan teori perjuangan; Pramudya Ananta Toer antara lain novel-novel tebal; M. Fadjroel Rahman menulis puisi; seseorang tak dikenal memilih membuat blog.

Lah sampean bikin apa, Ki Sanak...???