Rabu, 13 Juni 2007

Keluar Penjara, Roy Marten Perjuangkan Hak Napi

Rabu, 13/06/2007 13:30 WIB
Johan Sompotan - Okezone

JAKARTA - Aktor gaek Roy Marten tiba-tiba datang ke kantor Komnas HAM Rabu siang ini. Roy yang pernah dipenjara gara-gara menggunakan shabu-shabu tertarik memperjuangkan hak napi. Hak apa?

"Saya datang membawa nama Persatuan Narapidana Indonesia. Kami ingin memperjuangkan hak para narapidana," ujar Roy Marten yang menjabat sebagai juru bicara, di Kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhary No 4B, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (13/6/2007).

Selain Roy, ada dua juru bicara lainnya, yakni Prof Dr Rahardi Ramelan MSc ME dan Dr Ir Sussongko Suhardjo MSc MPA. Sayang, dua juru bicara itu tidak datang.

"Kami memperjuangkan hak-hak napi yang tercantum di Undang-Undang (UU) No 12/1995 pasal 14 tentang permasyarakatan yang selama ini diabaikan," jelas ayah aktor Gading Marten ini.

Salah satu yang diperjuangkan itu adalah hak asimilasi napi, yakni jika separuh masa hukuman napi telah dijalankan, dia berhak mendapat asimilasi. Menurut Roy, selama ini pelaksanaan hak tersebut hanya sebatas memo.

"Saya tidak ingin menyudutkan petugas. Tapi saya menghimbau agar siapa pun pejabat yang berwenang harus menjalankan tugasnya," tegas suami mantan model, Anna Maria, ini.

Roy menolak disebut memperjuangkan hak karena terbawa kasus pribadi. "Saya agak membatasi diri supaya tidak melebar ke mana-mana masalahnya. Harus digarisbawahi, saya tidak membawa kasus secara pribadi. Saya ditunjuk sebagai juru bicara karena saya sudah keluar dari penjara. Tidak mungkin orang di dalam penjara bisa berbicara seperti saya," urainya.

Lebih lanjut, pria kelahiran Salatiga, 1 April 1952, ini mengatakan bahwa dia melihat ada kecenderungan aparat memperlama masa tahanan napi.
"Itu tidak ada gunanya karena justru merugikan negara. Tidak boleh ada yang namanya diskriminasi hukum. Kami meminta hak bukan untuk diistimewakan, hanya agar semua sesuai UU," katanya.

Roy lantas memberi contoh. Seharusnya dengan vonis penjara sembilan bulan yang diterimanya, dia keluar bui pada 1 September 2006. Kenyataannya, dia baru menghirup udara bebas pada 1 Oktober 2006.

Dengan demikian, ada empat kerugian jika UU tersebut tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Pertama, kerugian negara karena negara harus menyediakan makanan napi dalam jangka waktu lama. Kedua, membuat penghuni rutan atau LP banyak dan melampaui kapasitas.
"Di LP Cipinang saja ada 4.000 napi," imbuhnya.
Kerugian ketiga adalah merugikan napi dan terakhir, bertentangan dengan hak asasi manusia.(ang)

http://www.okezone.com/


0 komentar:

Posting Komentar