Kamis, 14 Juni 2007

Roy Marten Juru Bicara Persatuan Napi

Indopos online, Status narapidana hanyalah masa lalu bagi aktor senior Roy Marten. Tapi, bukan berarti dirinya bisa begitu saja menghapus kenangan yang didapat selama berada di balik jeruji besi. Terlebih soal keakraban dengan teman-teman sesama narapidana.

Hingga saat ini, tak kurang sebulan sekali Roy, baik sendiri maupun ditemani istri tercinta, Anna Maria, rutin mendatangi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cipinang, Jakarta Timur. Tentu kedatangan Roy ke hotel prodeo itu tidak dengan tangan hampa.

Bintang film kelahiran Salatiga, Jawa Tengah, 1 Maret 1952 itu tak pernah lupa membawa oleh-oleh untuk teman-temannya yang masih menjalani hukuman. Roy mengaku paling sering membawa makanan, di samping rokok yang menjadi favorit warga tahanan. "Yang paling sering adalah pempek Palembang. Kadang juga buah-buahan. Yah, bergantung permintaan teman-teman saja," paparnya.

Hubungan yang dijalin tersebut, kata Roy, tidak lain sebagai bentuk rasa hormat dan saling menghargai sesama teman senasib. Lagi pula, selama di sana, Roy selalu diperlakukan dengan baik. "Saya memang bukan narapidana lagi. Tapi, komunikasi harus tetap berjalan," ucapnya.

Tidak sampai di situ, kedekatan Roy dengan teman-temannya di lapas semakin kental setelah baru-baru ini Roy ditunjuk sebagai juru bicara Persatuan Narapidana Indonesia (Napi). Misi organisasi itu adalah memperjuangkan hak-hak narapidana yang terabaikan. Kemarin ditemani beberapa pengurus Napi, Roy mendatangi kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Mereka mengadukan beberapa indikasi pelanggaran hak asasi manusia di kalangan narapidana. Roy mengaku sangat prihatin atas nasib narapidana yang tanpa sadar kehilangan hak-hak yang telah diatur oleh undang-undang (UU).

Salah aktor film Mengejar Mas-Mas itu pun menyebutkan beberapa contoh yang dimaksud pelanggaran."Dalam undang-undang disebutkan, narapidana yang telah menjalani setengah dari masa hukuman berhak mendapat asimilasi. Artinya, dia berhak bekerja di luar lapas. Berangkat pagi, setelah itu kembali lagi ke lapas sore. Tapi, realisasi untuk hal itu belum ada," paparnya.

Selain itu, keprihatinan Roy tergerak saat menyadari matinya kreativitas narapidana yang sebenarnya memiliki bakat khusus. "Ada beberapa narapidana yang bisa membuat buku. Tapi, para penerbit takut mengeluarkan bukunya karena statusnya sebagai narapidana," tuturnya.

Sebelum Roy yang bersuara lewat organisasi yang diketuai Enrico Guteres tersebut, tidak sedikit organisasi serupa yang mencoba mengangkat masalah itu. Tapi, belum terlihat hasil yang diharapkan. Meski begitu, kali ini Roy optimistis dengan apa yang dilakukan bersama teman-temannya. "Kita harus berpikir positif.

Berhasil atau tidak urusan nanti. Perjuangan harus dimulai dari sekarang," ucapnya. "Narapidana dihukum karena melanggar hukum. Jangan sampai para petugas hukum malah melanggar hukum," lanjut Roy.(rie)

http://www.indopos.co.id/index.php


0 komentar:

Posting Komentar