Jumat, 13 April 2007

Napi Sulit Berharap Pengobatan

Ledakan Kematian Bakal Terjadi

Jakarta, Kompas - Narapidana atau napi sulit mengharapkan pengobatan yang memadai di penjara. Obat-obatan yang tersedia sangat minim dan dokter yang tersedia hanya dokter jaga. Akibatnya, napi sering kali bersama-sama mengupayakan sendiri pengobatan, terutama untuk membantu napi yang tidak punya uang.

"Dokter yang betul-betul menangani napi adalah dokter napi. Mereka selalu siap menolong rekannya sesama napi yang sakit. Poliklinik di lembaga pemasyarakatan (LP) memang ada, tetapi sangat terbatas fasilitasnya," ujar juru bicara napi seluruh Indonesia, Rahardi Ramelan, di rumahnya, Jakarta, Senin (9/4). Rahardi bercerita pengalamannya saat di LP Cipinang, Jakarta. Pengobatan di LP itu sering diupayakan sendiri oleh napi.
Dari sekitar 4.000 napi di LP Cipinang, kata Rahardi, lebih dari 1.000 napi memiliki penyakit kulit akut. Kapasitas LP Cipinang yang hanya untuk 1.700 napi harus didiami sekitar 4.000 napi. Tiada yang memerhatikan kesehatan napi, padahal begitu banyak penyakit yang bisa menular dengan cepat di antara sesama napi, termasuk penyakit kulit. "Jika ada napi yang mengeluh tubuhnya gatal, dijawab petugas, ya digaruk saja. Obat-obatnya tak ada," ujar Rahardi.

Rahardi menjelaskan, penyakit kulit akut menular dari kelompok napi yang diambil dari jalanan yang tak memiliki pakaian ganti. Padahal, sering kali 50 napi dalam satu sel. Penularan penyakit kulit terjadi karena pakaian tidak pernah ganti dan kadang satu handuk dipakai tujuh orang. Kelompok penular kedua adalah pencandu narkoba yang takut air sehingga mereka jarang mandi. Problem lain yang juga muncul adalah saat napi harus ke rumah sakit (RS). Menurut Rahardi, napi yang dibawa ke RS harus punya izin. Namun, surat izin itu ada biayanya. Bagi napi miskin sulit berharap bisa dirawat di RS karena tak sanggup membayar ongkos agar surat izin itu keluar.

Ledakan kematian.
Direktur Yayasan Partisan Club Baby Jim Aditya menuturkan, bila problem kesehatan penghuni LP tidak diatasi serius, beberapa tahun ke depan dikhawatirkan terjadi ledakan kematian napi. Kematian itu terutama disebabkan penyebaran virus HIV di antara sesama napi. Ditambah kondisi lingkungan LP yang buruk, penyakit oportunistik mudah menyerang napi. Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia serta Departemen Kesehatan diminta untuk mengantisipasi kejadian ini. Baby mengakui, kesadaran pemerintah akan bahaya HIV/AIDS di penjara sangat terlambat. Ia sudah mengingatkan tentang penularan HIV di penjara sejak tahun 1999. Tingginya kematian napi saat ini sudah diprediksikan sebelumnya.

Kepala Balai Pemasyarakatan (Bapas) Jakarta Timur dan Utara Purwani Suyatmi mengakui, kondisi napi anak lebih baik dibandingkan napi dewasa. Bapas merekomendasikan tak semua anak yang terlibat tindak pidana harus dipenjarakan. (vin/ana/tra)

ditulis oleh Kompas Cyber Media 10 April 2007

http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0704/10/Politikhukum/

0 komentar:

Posting Komentar