Jumat, 13 April 2007

NAPI Minta Pemerintah Benahi LP dan Rutan

SUARA PEMBARUAN DAILY



Rahardi Ramelan [Dok Pembaruan]

[JAKARTA] Narapidana (napi) yang berada di semua lembaga pemasyarakatan (LP) dan rumah tahanan (rutan) di seluruh Indonesia meminta pemerintah agar segera mengambil langkah konkret untuk meningkatkan kualitas LP dan rutan di seluruh Indonesia.Permintaan itu disampaikan NAPI yang merupakan perkumpulan napi di seluruh Indonesia.

NAPI dideklarasikan 45 napi di LP Kelas I Cipinang 17 September 2006. Pengurus NAPI, antara lain Eurico Guterres, Aprila Widharta dan Sihol P Manullang. Juru bicara NAPI adalah Prof Dr Rahardi Ramelan dan Dr Ir Sussongko Sahardjo. Misi NAPI adalah menggalang solidaritas untuk memperjuangkan hak-hak napi. Menurut Rahardi Ramelan, paradigma yang ada, yakni agar napi selama mungkin di penjara hendaknya segera ditinggalkan, diganti dengan paradigma yang manusiawi. Padatnya hunian LP, harus segera direspons dengan mengubah aturan asimilasi dan pembebasan bersyarat (PB). Dikatakan, banyaknya napi yang meninggal dunia merupakan cerminan konsep berpikir pemerintah terhadap napi. Secara konsepsional, "penjara" memang sudah digantikan dengan "pemasyarakatan," namun dalam praktiknya, kualitas pemasyarakatan dewasa ini justru jauh merosot ketimbang zaman Hindia Belanda.

Kualitas hunian napi, kata dia, jauh melorot. Tingkat hunian jauh melampaui daya tampung. Di berbagai LP sulit memperoleh air bersih (untuk mandi-cuci dan minum). Kondisi inilah yang membuat napi rentan diserang berbagai penyakit. Pada saat bersamaan, kualitas gaji sipir penjara masih perlu dipertanyakan, kualitas rumah sakit yang ada di LP/Rutan masih terbatas dan anggarannya kecil dan tidak jelas, pada akhirnya membuat dukungan terhadap kesehatan napi semakin lemah.

Lebih jauh dikatakan, jika pemerintah tidak segera mengubah paradigma kepenjaraan, bukan hanya kecenderungan kematian napi yang akan terus meningkat, tetapi napi juga akan mengalami kematian hak-hak yuridis. Sulitnya memperjuangkan hak napi yang merupakan gerbang menuju kematian hak-hak yuridis, juga membuat napi menjadi stres dan putus asa. Disadari atau tidak, napi menjadi acuh mengurus kesehatan karena putus asa setelah diperlakukan tidak adil. Bertentangan Paradigma kepenjaraan sekarang ini, kata dia, didesain sedemikian rupa agar napi selama mungkin berada di penjara. Hal itu tampak jelas dari peraturan perhitungan asimilasi dan PB yang bertentangan dengan UU 12/1995 tentang Pemasyarakatan.

Bahkan, peraturan/perhitungan pemberian remisi pun, kata dia, bertentangan dengan Keppres 174/1999 tentang Remisi. Menurut Rahardi, perhitungan asimilasi dan PB secara logika sungguh menyesatkan. Sebab remisi yang sudah diperoleh napi pada saat HUT RI dan hari raya keagamaan, pada saat pelaksanaan asmilasi dikurangi lagi setengah. Artinya, masa tahanan dan remisi yang diperhitungkan, hanya setengah saja dan setengahnya lagi menjadi hilang. Dan, pada saat PB dikurangi lagi sepertiga, masa tahanan dan remisi yang diperhitungkan, hanya dua pertiga, sedangkan yang sepertiga menjadi hilang. "Remisi (hukuman yang tidak perlu dijalankan) sudah diberikan, namun dikurangi lagi, sungguh menyesatkan dan kurang manusiawi," kata dia.

Menurut Rahardi, penghuni LP/rutan di kota-kota besar yang sebagian besar terlibat kasus narkorba memerlukan penanganan multidepartemental.

Last modified: 10/4/07

ditulis di media Suara Pembaruan 10 April 2007
http://www.suarapembaruan.com/

2 komentar:

keren juga nich juru bicara NAPI Indonesia.... PAK gimana saya yang mantan NAPI mau daftar donk... tapi saya napi chewek nich

Yang Namanya Persatuan NAPI Indonesia, tidak membedakan laki atau perempuan, tetapi siapapun dia yang masih mau memperjuangkan nasib saudara-2 kita yang berada di penjara, mari kita bersama-sama galang kebersamaan untuk bantu mereka-2

Posting Komentar