Sabtu, 01 Maret 2008

Mengapa Meninggal di Penjara?

metrorealita

Peristiwa tragis meninggalnya tahanan di dalam penjara terus mengintai. Sayangnya, pemerintah tak cukup anggaran memperbaiki kualitas lembaga pemasyarakatan.

Sepekan sebelumnya, tepatnya hari Kamis tanggal 14 Februari 2008, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Andi Mattalatta mencanangkan gerakan nasional ”Bulan Tertib Pemasyarakatan” yang dipusatkan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba, Jakarta. Ketika itu, dia memerintahkan kepada seluruh Kepala lembaga pemasyarakatan (Kalapas) dan kepala rumah tahanan negara (Karutan) untuk menertibkan lapas dan rutan.

Menteri Andi juga mengungkapkan bahwa pemerintah telah menaikkan biaya perawatan dan biaya hidup bagi narapidana/tahanan dan memberikan berbagai tunjungan kepada petugas pemasyarakatan. ”Tidak ada lagi alasan narapidana atau tahanan memasak makanannya sendiri dengan biaya sendiri serta tidak ada lagi keluhan dari masyarakat bahwa narapidana harus membayar sejumlah uang untuk kebutuhan dasar sehari-hari,” katanya.

Namun, sepekan kemudian, tepatnya hari Rabu, 20 Februari 2008, terbetik kabar meninggalnya seorang penghuni LP Cipinang bernama Nurdinsyah Mokobombang. Tragisnya, sang tersangka kasus korupsi senilai Rp2,9 miliar di Lembaga Penerbangan dan Antarariksa Nasional (Lapan) itu menghembuskan nafas terakhirnya saat hendak dibawa dengan memakai tandu menuju Rumah Sakit Polri Kramat Jati.

Namun, kabar lain menginformasikan, Nurdinsyah Mokobombang, dilarikan ke rumah sakit dengan menggunakan mobil milik Iyul Sulinah, istri tersangka kasus Asabri, Henry Leo. Sedianya Nurdinsyah akan dibawa dengan menggunakan ambulans milik rumah sakit tersebut, namun karena ambulan yang ditunggu tak kunjung datang maka ia pun dilarikan ke RSPP dengan mobil Ford Escape milik Iyul yang sedang mengunjungi suaminya.

Seolah biasa, karena Kabid Pembinaan LP Cipinang Agus Rianto kepada wartawan mengatakan, almarhum menghuni sel nomor 201 blok tipe 7 tinggal bersama 9 tahanan lain. “Dia memang mempunyai riwayat sakit jantung, kita juga pernah menolak dia dahulu. Tapi setelah menjalani perawatan akhirnya kita terima,” katanya.

Meninggalnya tersangka kasus korupsi itu menambah deretan panjang kisah tragis di dalam penjara. Berdasarkan catatan Tabloid Sensor, sebelumnya beberapa koruptor juga meninggal di dalam penjara, di antaranya Sudi Ahmad (pegawai MA), satu dari enam terdakwa kasus dugaan korupsi suap Ketua MA Bagir terkait kasasi Probosutedjo, yang meninggal karena sakit 23 Mei 2006 di Rutan Polda Metro Jaya. Kemudian Lalu Artawa (bekas anggota DPRD NTB), terdakwa kasus dugaan korupsi APBD, meninggal karena sakit pada 31 Maret 2006 di LP Mataram.

Demikian pula Yusuf Rustandi, meninggal sebagai terdakwa kasus dugaan korupsi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Kelapa Gading, Jakarta Utara, sebesar Rp3 miliar.

Selain itu, Hamdani Amin (Kepala Biro KPU), terpidana korupsi pengadaan logistik pada Pemilu 2004, meninggal setelah bermain bulu tangkis dan kemudian terjatuh di LP Cipinang, Dan, mantan Dirut Pertamina Faisal Abdaoe, tersangka dugaan korupsi pipanisasi di Jawa sebesar 20 juta dolar AS, yang meninggal dalam status tersangka di dalam penjara.

Berbagai sebab
Sementara itu, berdasarkan data Ditjenpas, total narapidana yang meninggal di penjara sepanjang tahun 2007 mencapai 693 orang. Sebanyak 256 narapidana meninggal di lembaga pemasyarakatan yang ada di Kanwil Hukum dan HAM DKI Jakarta. Lalu 178 orang meninggal di LP yang ada di Kanwil Banten.

Berdasarkan data tersebut, jumlah narapidana atau tahanan yang meninggal di sejumlah lapas di Sumatera mencapai 154 orang pada 2007. Jika dibandingkan jumlah narapidana dan tahanan yang meninggal, di Pulau Jawa masih lebih tinggi yaitu mencapai 620 orang.

Sedangkan tahun sebelumnya, 2006, sebanyak 813 narapidana meninggal di sejumlah lembaga pemasyarakatan di Indonesia karena berbagai sebab. Jika dibuat rata-rata, berarti setiap hari dua narapidana meninggal. Jumlah total narapidana tahun 2006 sebanyak 116.688 orang.

Diperoleh informasi, narapidana yang memiliki penyakit bawaan ketika masuk LP kondisi kesehatannya bakal makin parah. Pada umumnya, narapidana yang meninggal di dalam LP telah membawa penyakit tertentu pada saat masuk penjara. Penyakit itu kian berat, terutama karena pengaruh kondisi psikologis terpidana yang juga buruk. Namun, yang mengkhawatirkan adalah pengidap HIV. Virus itu menyerang kekebalan tubuh pengidapnya. Dalam kondisi semacam itu, narapidana sangat rentan terserang berbagai macam penyakit.

Kondisi itu diperburuk dengan ketersediaan tenaga medis yang relatif minim. Tidak semua LP memiliki dokter, perawat, atau poliklinik tersendiri. Berdasarkan data Ditjen Pemasyarakatan pada Februari 2007, jumlah dokter di LP sebanyak 277 orang (58,1 persen adalah dokter paruh waktu) dan perawat 438 orang (60,9 persen adalah perawat paruh waktu). Sementara jumlah poliklinik sebanyak 163 buah.

“Maaf, Mas. Ada uang, ada barang.” Itu kalau tahanan mau mendapatkan apa yang ada di dalam LP atau Rutan. Fasilitas, misalnya, bisa dinikmati bila seorang tahanan berkantong tebal. Tapi bagi tahanan berkantong cekak, jangankan fasilitas, untuk keluar-masuk pintu bila ada yang menjenguk saja bingung. Ya karena dia harus merogoh kocek.

“Kalau mau ngobrol sama saya di LP, situ yang biayain ya. Soalnya di tiap pintu ada pungutan. Jebol kantong saya kalau harus saya yang keluar duit,” demikian almarhum Nurdinsyah menceritakan sedikit kondisi LP Cipinang kala berbincang-bincang dengan wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

Itulah sebab, beberapa waktu lalu Direktur Jenderal Pemasyarakatan Untung Sugiyono mengatakan, untuk mengurangi kematian napi atau tahanan, Ditjen Pemasyarakatan bekerja sama dengan Departemen Kesehatan dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) menaruh perhatian atas kondisi kesehatan napi/tahanan.

“Penyakit penyebab kematian mereka hampir sama dari tahun ke tahun. Selain itu, angka kematian napi/tahanan di penjara yang tinggi itu akibat kondisi penjara yang penuh dan terbatas,” katanya.

Bicara soal rumah tahanan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga yang belum lama terbentuk, sampai saat ini belum memiliki rumah tahanan. Padahal, banyak kasus yang ditangani KPK, khususnya korupsi karena lembaga ini memang lembaga pemberangus korupsi.

Tidak mau berlama-lama numpang di rutan lembaga lain, pihak KPK merencanakan akan membangun rumah tahanan, yakni 4 ruang untuk tahanan laki-laki, dan satu ruang tahanan perempuan. Sekjen KPK Syamsa Ardisasmita mengatakan, pembangunan rutan KPK itu sudah sangat mendesak.

Akan tetapi, rencana KPK itu masih terbentur restu Depkumham. Pasalnya, biaya pembangunannya akan menelan dana Rp738 juta. Sembari menunggu ‘restu’ itu, tampaknya KPK juga harus lebih mematangkan lagi rencananya. Jangan sampai hal-hal diluar perkiraan terjadi, sebagaimana terjadi di LP atau Rutan lain. Sebab, masalah sekecil apapun bisa mencoreng wibawa yang sudah dibangun. mahadir romadhon

http://tabloidsensor.wordpress.com/2008/02/22/mengapa-meninggal-di-penjara/

0 komentar:

Posting Komentar