Minggu, 02 Maret 2008

Institusi lapas harus terbuka bagi masyarakat

Penjara dan beban negara
Oleh: Mahariansyah.

Belum lagi keterlibatan beberapa oknum sipir penjara yang ikut serta dalam membuat kondisi penjara semakin ruwet.

Jika itu yang terjadi, sebenarnya pembinaan tidak bisa berjalan dengan efektif,karenakan kondisi penjara dan rutan yang sudah tidak sehat lagi. Dan juga outputnya yang tidak sesuai dengan harapan dari pembinaan itu sendiri. Apa buktinya?

Penjara, seharusnya berisi banyak pembinaan yang memberikan penyuluhan, agar orang tersebut tidak melakukan hal yang sama (residivis), tetapi kasus Roy Marten, membuktikan bahwa sebenarnya pembinaan didalam penjara belumlah efektif, itu hanya sebagian kecil dari banyaknya kasus-kasus khususnya narkotika yang berulang (Residivis).

Melihat realitas seperti itu, penjara memang tidak lebih dari sekumpulan-orang-orang jahat (melanggar hukum pidana), yang berkumpul dari yang kelas teri sampai kelas kakap, dikumpulkan menjadi satu, lalu mereka bertukar pikiran, lalu menjadi penjahat yang lebih tinggi kelasnya.

Pembinaan yang lunak

Karena tidak dapt dipisahkan lagi, mana penjahat yang harus dibina sangat keras (Supemaximum security), seperti kejahatan kelas kakap, dengan yang pembinaan yang sangat lunak, didalamnya, tidak mustahil mereka bertukar pikiran, karena jumlah sipir yang tidak seimbang, dengan jumlah narapidananya.

Lebih parahnya, narapidana yang sebanyak itu, semuanya dibiayai kebutuhannya dengan Negara, seperti pakaian, baju dan lain sebagainya, tanpa tujuan yang jelas, karena kondisi yang overcrowded tersebut.

Dan jumlah itu tidak sedikit, dan sangat mubazir, melihat hasilnya yang sangat tidak efektif dari pembinaan tersebut.

Analoginya, anak-anak jalanan yang mencari uang di jalanan, tidak memliki tempat tinggal, mencari uang dengan penuh peluh, padahal ia tidak melanggar hukum, tetapi disatu sisi seorang pelanggar hukukm, seperti Fariz RM yang tertangkap tangan mambawa ganja kurang dari dua linting, dibiayai kebutuhan hidupnya oleh Negara, walaupun dipenjara tanpa pembinaan sekalipun.

Timbulkan bumerang

Contoh Roy, dan Fariz menggambarkan, betapa mubazirnya uang yang dihamburkan untuk memelihara atau memberikan kebutuhan primer secara Cuma-Cuma, padahal satu sisi, mereka anak jalanan membutuhkan kebutuhan tersebut malah dianggap sampah oleh Negara.

Sehingga mereka menjadi potential offender atau pelaku kriminal, walaupun belum terbukti melakukan kriminal. Tetapi mereka yang jelas-jelas sudah melakukan kejahatan, malah dipelihara dan dibina, diberi pakaian, makan, ironis memang, jika mereka yang tidak memiliki pekerjaan, tidak memiliki tempat tinggal, menjadi iri, lalu melakukan tindakan kriminal.

Walaupun sebenarnya penjara masih dibutuhkan oleh kita, sebagai satu-satunya pembinaan yang terakhir yang diharapkan oleh kita semua selaku masyarakat luas.

Tetapi kondisi yang sangat mengenaskan secara umum penjara Indonesia, justru menimbulkan bumerang bagi masyarakat.

Peran masyarakat

Kondisi penjara yang masih termarjinalkan dari masyarakat, membuat penjara seolah-olah sebagai lembaga yang eksklusif, padahal penjara dan masyarakat menjadi kesatuan, karena output dari penjara nantinya akan dikembalikan oleh penjara kepada masyarakat luas.

Melihat kenyataan tersebut, kita tidak bisa menisbikan peran masyarakat luas, institusi penjara harusnya terbuka untuk masyarakat, dengan segala kondisi kekurangan dan kelebihannya, dan menemukan solusinya yang terbaik.

Agar pembinaan menjadi lebih efektif, tantangan yang harus dihadapi penjara, tidaklah bisa penjara bekerja sendiri, tanpa bantuan masyarakat luas.r

Penulis adalah TIM peneliti sistem pemasyarakatan di Indonesia

http://www.monitordepok.com/news/Opini/14728.html

0 komentar:

Posting Komentar