PERSATUAN NARAPIDANA INDONESIA

Persatuan Narapidana Indonesia, mencoba menyuarakan secara profesional hak-hak dan kewajiban narapidana di Indonesia. Berdasarkan Undang-undang dan peraturan yang berlaku di Indonesia

PANGLIMA DENSUS 86 LAPAS KLAS I CIPINANG

Kebersamaan yang dibangun antara narapidana dengan petugas Lapas, dalam rangka PEMBINAAN KEPRIBADIAN sebagai wujud pelaksanaan Undang-Undang Pemasyarakatan

KAMI ADALAH SAUDARA, SEBAGAI ANAK BANGSA INDONESIA

Dalam Kebersamaan peringatan Hari Proklamasi Republik Indonesia 17 Agustus 2006, Kami sebagai anak bangsa, juga ingin berperan aktif dalam mengisi pembangunan di Indonesia

Artis Ibukota berbagi Keceriaan dan Kebahagiaan bersama Narapidana Indonesia

Bersama Artis Ibukota, mereka yang mau peduli dan berbagi kebahagiaan bersama narapidana dalam rangka perayaan Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Team Futsal Narapidana Indonesia

Buktikan Sportivitasmu dan Buktikan Kamu Mampu, Semboyan olaharaga Narapidana Indonesia dalam rangka Pembinaan Kepribadian

Selasa, 25 September 2007

Penjara di Pulau. Betapa Enaknya…



Apa bayangan anda tentang penjara? Mungkin orang yang dipenjara akan hanya melihat tembok tanpa pernah melihat matahari. Makanan yang tidak enak dan juga penjaga yang garang. Di Norwegia baru saja dibuat penjara dengan model yang baru, dimana sebuah pulau dirubah menjadi penjara untuk penjahat-penjahat kelas kakap. Mereka tidak tinggal di sel penjara, melainkan di rumah-rumah yang ada di pulau tersebut.

Kedengarannya asik banget dan mungkin akan banyak orang yang lari. Tetapi kalau sampai ketahuan ada yang lari, maka orang tersebut akan dimasukkan ke penjara dengan keamanan yang tertinggi seperti penjara biasanya dengan kamar sel. Ini saja sudah menjadi alasan mengapa orang tidak mau kabur dari pulau tersebut.

Mau omong ramah lingkungan, penjara ini menggantungkan diri pada Panel Tenaga Surya untuk listrik, menghangatkan ruangan dengan serpihan kayu bekas, memiliki peraturan daur ulang yang ketat, dan mempunyai stok makanan yang hampir swasembada dan organik.



Disebutkan bahwa sayuran seperti kentang, biji-bijian, dan buah berri yang ditanam adalah 100% organik tanpa pestisida. Sampai kalau mereka makan bubur, yah bubur organik dan kelebihan makanan mereka dijual ke penjara lainnya. Sebagai sumber protein, mereka juga ternak 200 ayam, 40 domba dan 20 sapi selain ikan yang mereka tangkap di sekitar pulau. Diharapkan rehabilitasi para penginap penjara dengan latar belakang seperti penjual narkoba, pemerkosa, dan penipu ini belajar tentang rasa tanggung jawab terhadap tanaman dan binatang yang mereka pelihara.

Dengan tempat yang lebih baik, maka penghuni penjara pun bisa merasa lebih dihargai sehingga tidak banyak dari mereka yang mau kabur. Seluruh 115 orang yang dipenjarakan hanya di kawal oleh 4 orang polisi yang tidak membawa senjata.

Nah Indonesia dengan ribuan pulaunya bisa membuat banyak sekali penjara, dengan kebutuhan energi yang sangat sedikit karena kita tidak membutuhkan penghangat ruangan, apalagi AC. Pakai angin sepoi-sepoi di pulau saja. Kalau sampai kabur, baru masukkan ke Nusa Kambangan.


http://akuinginhijau.wordpress.com/2007/09/16/penjara-di-pulau-betapa-enaknya/

Jumat, 21 September 2007

Oral Sex di LP Cipinang, Itu Biasa Bung!

by teguhtimur

SETAHUN lalu, di pertengahan bulan Juli, saya berpapasan dengan Rahardi Ramelan di gedung administrasi LP Cipinang. Ketika itu saya sedang menunggu nama saya dipanggil oleh petugas LP untuk proses selanjutnya sebelum saya dijebloskan ke sel Cipinang. Sidik jari sudah diambil, data-data lain juga sudah dicatat oleh petugas. Periksa tatto juga sudah.

“Anda punya tatto?” tanya si petugas.
“Tidak ada Pak. Kalau bekas sunat ada,” jawab saya sambil tersenyum dengan maksud mencoba mencairkan suasana dengan banyolan konyol.

Tetapi dia diam saja. Sama sekali tak memperdulikan ucapan saya. Airmukanya tetap keruh dan tak bersahabat. Duh, nasib jadi tahanan…

Di lorong gedung administrasi itu, napi-napi yang baru selesai rapat persiapan peringatan HUT RI ke-61 duduk bergerombol. Sebagian duduk di sebelah saya, di atas bangku panjang, dan sebagian lagi duduk jongkok di pojok dekat tangga sambil menghisap rokok. Beberapa menatap saya dengan nyalang. Deg-degan juga hati ini. Saat itulah Rahardi keluar dari salah satu ruangan di lantai dua gedung administrasi.

Seorang tahanan bertubuh kecil berjalan di sebelahnya membawakan tas tangan hitam milik Rahardi. Melihat Rahardi, saya langsung berdiri menghampiri.

“Selamat sore Pak. Saya Teguh, Rakyat Merdeka.”

Saya memperkenalkan diri. Selama ini saya hanya mengenal bekas kepala Badan Urusan Logistik itu dari pemberitaan. Belum pernah sekalipun saya bertatap muka dengannya.

“Eh Mas, sedang liputan apa?” tanyanya sedikit kaget. Mungkin dia mengira saya sedang menunggu dia untuk keperluan wawancara.

“Bukan sedang tugas Pak. Saya masuk nih.”
“Ah, yang benar. Kenapa?”

“Biasa Pak, kasus jurnalistik,” jawab saya singkat tanpa merinci.

“Ooo… Tenang aja Mas. Memang dunia ini lagi aneh. Anda tenang-tenang aja di sini. Negara ini tidak akan terbalik walaupun kita di dalam (LP Cipinang). Oh ya, saya tiap pagi lari-lari di lapangan. Nanti kita ngobrol-ngobrol ya. Main ke sel saya juga silakan.”

Tak lama Rahardi berlalu, sementara saya kembali duduk di bangku panjang itu, di antara para napi yang beberapa dari mereka menatap saya dengan nyalang.

Itu pertemuan pertama dan terakhir saya dengan Rahardi di LP Cipinang. Keesokan harinya, setelah 24 jam, atas desakan berbagai pihak akhirnya penahanan diri saya ditangguhkan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Saya pulang di awal malam, di saat Jakarta diguyur hujan deras, angir bertiup kencang, dan petir menyambar-nyambar. Tak banyak yang menyaksikan saya keluar meninggalkan Cipinang. Saya juga tak sempat pamit ke Rahardi dan mengucapkan terima kasih, karena dalam pertemuan yang singkat itu dia mampu menenangkan hati saya.

Beberapa bulan kemudian, setelah Rahardi keluar dari Cipinang, beberapa kawan sambil bercanda berkata kepada saya.
“Elu gak ikut Rahardi dan Roy Marten bikin aliansi pembela napi?”

Saya tersenyum mendengar pertanyaan itu. Hanya 24 jam, tetapi rekaman di benak saya tentang LP Cipinang cukup banyak juga. Sebagian sudah saya beberkan kepada beberapa kawan.

Dan hari ini, saya jadi ingin menulis kembali tentang Cipinang setelah membaca wawancara Rahardi Ramelan di myRMnews. Dia jelas tahu lebih banyak apa yang terjadi di balik tembok Cipinang. Judul tulisan ini saya adopsi bulat-bulat dari wawancara tersebut.

SETAHUN sudah bekas Kepala Badan Urusan Logistik (Kabulog) Rahardi Ramelan menikmati udara bebas. Rabu , 20 September 2006, Rahardi keluar dari Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang, Jakarta Timur, setelah menjalani 2/3 hukuman dalam kasus penyalahgunaan dana nonbujeter Bulog.

Dalam kasus yang merugikan negara Rp 4,6 miliar ini, Rahardi dijatuhi hukuman dua tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan itu dikuatkan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Kemudian, Mahkamah Agung pun menolak kasasi Rahardi sehingga mengukuhkan hukuman itu. Setelah vonis memiliki kekuatan hukum, pada 15 Agustus 2005 Rahardi masuk ke LP Cipinang untuk menjalani hukuman.

Setahun lebih menjadi warga LP Cipinang, Rahardi mengaku dianggap sesepuh, bahkan teman-teman sesama napi memanggilnya dengan sapaan Pak De. Ketokohan di dalam penjara membuat dirinya dinobatkan menjadi Ketua Perhimpunan Narapidana Indonesia (Napi)—yang dibentuk bersama-sama para alumni eks napi. Ikut dalam barisan ini diantaranya, Mulyana W Kusumah yang menjadi penghuni Rutan Salemba, aktor Roy Marten dan Probosutedjo yang kini masih mendekam di penjara Sukamiskin, Bandung.

Di kediamannya, di kawasan Harjamukti, Cibubur, Jakarta Timur, pria dengan perawakan kurus yang kini berusia 68 tahun ini menceritakan pengalamannya saat tinggal di LP Cipinang. Petikannya:

Apa pengalaman yang bisa Anda petik selama tinggal di LP Cipinang?
Menjadi penghuni LP Cipinang sebagai tahanan Kejaksaan Tinggi dan Pengadilan Negeri pada tahun 2002 selama 69 hari dan sebagai narapidana pada tahun 2005/2006 selama 13 bulan, telah memberikan pengertian mengenai kehidupan di penjara beserta segala masalahnya. Interaksi dengan narapidana lainnya dari berbagai kasus dan jenis hukuman makin melengkapi pengetahuan mengenai keadaan peradilan kita.

Pandangan Anda terhadap LP seperti apa?
Masalah pemasyarakatan tidak bisa terlepas dari proses peradilan sebelumnya, dan juga tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat umumnya. Berbagai isu yang menyelimuti peradilan kita seperti masalah suap, rekayasa, intervensi penguasa dan lainnya, akhirnya akan bermuara di LP. Dengan meningkatnya penanganan masalah kasus korupsi oleh KPK juga membawa dampak yang signifikan dalam proses peradilan dan kehidupan di LP.

Dalam pengamatan Anda, bagaimana kondisi keseluruhan LP Cipinang?
Baik sebelum maupun sesudah ada gedung baru. LP Cipinang tetap saja penghuninya berjubel, November 2006 tercatat dihuni sekitar empat ribu orang.

Mereka itu tahanan dari mana saja?
Setengahnya adalah tahanan titipan dari kejaksaan, maupun pengadilan. Sisanya adalah narapidana, 70 persen adalah mereka yang menjalani hukuman di atas satu tahun, 29 persen dengan hukuman antara tiga bulan dan satu tahun.

Bentuk kejatahannya…
Mereka menjadi penghuni Cipinang dilatari kejahatan yang berbeda. Yaitu pencurian, penipuan, perampokan, narkoba, terorisme, kejahatan HAM berat sampai kejahatan ekonomi dan korupsi.

Semuanya benar-benar bersalah?
Mereka belum tentu bersalah. Ada yang sengaja dijebak atau kejebak, tertangkap atau direkayasa karena keinginan kekuasaan ataupun tidak mempunyai uang.

Ada perbedaan lainnya?
Dilihat dari berbagai sisi, penghuni LP Cipinang sangat heterogen. Mulai dari yang buta huruf sampai doktor atau guru besar. Intelektualnya pun yang sangat berbeda, mungkin dari IQ 90 sampai 140. Ada juga perbedaan dari segi keterampilan, status sosial, suku dan lamanya hukuman menjadikan masyarakat LP Cipinang sangat heterogen. Sehingga, muncul berbagai pengelompokan di dalam LP, yang merupakan organisasi tanpa bentuk (OTB).

Kalau dari sisi manajemen LP, bagaimana?
Dari sisi manajemen, jumlah staf, pegawai, dan petugas yang sangat terbatas tidak seimbang dengan jumlah narapidana. Struktur kepegawaian yang pincang, terutama kurangnya tenaga lapangan. Tidak memberikan kesempatan berkembang bagi pegawai non AKIP (pegawai yang mendapat pendidikan lanjutan), setelah selesai jarang mendapatkan tempat yang sesuai dengan keahliannya. Sifat dan prilaku organisasi yang otoriter dan militeristik menyebabkan tidak bekembanganya inisiatif dari bawah.

Ada yang lain?
Ditambah lagi dengan terbatasnya penghasilan dan tunjangan. Adanya tunjangan pemasyarakatan yang disebut tunjangan fungsional (bukan tunjangan fungsional yang sebenarnya) yang keliru, menyebabkan tidak mungkin berkembangnya jabatan fungsional lainnya seperti pranata komputer dan sebagainya. Saat ini telah ditetapkan juga tunjangan risiko pekerjaan. Tetapi semua ini tidak mencukupi kebutuhan hidup keluarganya di Jakarta. Banyak keputusan yang bekaitan dengan kewenangan Kalapas (kepala lapas), ditarik ke atas sampai tingkat dirjen dan menteri. Walaupun kelihatannya seperti ada pendelegasian, tetapi yang didelegasikan bukan kewenangan tetapi tugas penandatanganan.

Dari segi anggaran…
Anggaran yang dialokasikan untuk operasional LP sangat terbatas, sehingga selalu diperlukan partisipasi narapidana dalam membiayai kegiatan tertentu temasuk biaya operasional LP. Hak seorang narapidana untuk mendapatkan kutipan keputusan, hanya bisa didapatkan dengan mengeluarkan biaya. Keputusan Mahkamah Agung yang sering terlambat, contohnya pada kasus yang saya alami yaitu hampir sepuluh bulan, sangat merugikan narapidana untuk mendapatkan hak-haknya.

Apa benar LP masih jadi hotel prodeo?
Sudah tidak berlaku lagi. Berbagai kebutuhan dasar seperti perlengkapan kamar, makan, kesehatan, media-informasi, pendidikan harus dibiayai sendiri. Gedung baru yang mulai dioperasikan belum setahun sudah terkesan kumuh. Pengamatan narapidana, gedung baru dibangun dengan konsep kembali ke penjara atau bui, jauh dari upaya pembentukan LP. Kamar yang harusnya diisi tiga orang sekarang diisi tujuh orang. Yang untuk lima orang diisi sampai sebelas orang, dan yang untuk tujuh orang diisi di atas 15 orang.

Jadi, sudah ada kekeliruan dong…
Betul. Ruangan umum tempat narapidana bersosialisasi pun sudah dipadati oleh narapidana. Fungsi beberapa ruangan lainnyapun sudah keliru sejak awal. Kamar mandi bersama yang dilengkapi sprinkle, sekarang dimanfaatkan menjadi kamar atau dapur walaupun sebetulnya dapur di gedung baru tidak diperkenankan, incinerator untuk sampah belum pernah dioperasikan, demikian juga generator back up berdiri seperti semula.

Keluhan lainnya…
Sumber dan volume air yang dibangun baru, tidak sesuai dengan kebutuhan, sehingga beberapa buah sumur bor terpaksa dibuat di sekeliling bangunan tertentu atas biaya penghuni. Kunjungan yang menjadi faktor penting dalam pemasyarakatan tidak diasingkan dari masyarakatnya terutama hubungan keluarga telah menjadi ajang rebutan kekuasaan dan penghasilan.

Ada rumor, sering terjadi hubungan sex sesama narapidana, apa betul?
Memang. Sering terjadi hubungan mesra termasuk oral sex antara narapidana dengan pasangannya tidak dapat dihindarkan, dan terjadi serta dilihat oleh orang sekitarnya, termasuk anak-anak. Dengan dipasangnya kamera monitor di ruang kunjungan, semua prilaku narapidana dan pengunjung dapat dilihat oleh para petugas di operation room. Kalau kunjungan kebutuhan biologis ini tidak diatur, maka kekerasan seksual antar sejenis akan terjadi.

Anda kelihatan paham betul dengan kondisi LP. Itukah alasannya membentuk dan memimpin Persatuan Narapidana Indonesia (NAPI)?
Teman-teman komunitas suku ras atau kelompok di LP merasa perlu adanya kelompok yang lebih tinggi mewadahi kepentingan mereka semua. Nggak tau saja kenapa saya yang dipilih. Mungkin mereka menganggap saya sesepuh atau pernah dibilang pengganti Pak De. Ya karena saya pikir niatnya baik, akhirnya saya dan rekan-rekan coba seriusi lembaga NAPI ini sampai akhirnya resmi legal berdiri.

Membela kepentingan napi, bukankah itu citranya negatif?
Setiap Napi, termasuk saya memang orang bodoh, bego atau kasar dan jahat. Tapi prinsipnya semua manusia itu sama. Ada yang ingin berubah lebih baik. Dan sebagian napi pun ada yang tidak murni dihukum atas kejahatan. Ada juga yang dijebak hasil rekayasa dan sebagainya. Lagipula perilaku di dalam maupun di luar LP itu kan sama. Coba sebutkan mana yang beda?

Di LP sering terjadi tawuran antara napi, komentar Anda?
Sama kan dengan kerusuhan antar suporter bola atau tawuran antar anak SMA. Tapi, kerusuhan di LP terjadi karena ada kegiatan silaturahmi yang mulai hilang. Salah satunya safari ramadhan yang dulu biasa saya galakan.

Selain pimpin NAPI, apa kegiatan Anda sekarang?
Hanya mengajar, membaca dan menulis artikel di media massa.

Tidak ada bisnis atau laba usaha?
Nggak ada sama sekali.

Lalu dari mana Anda bisa memenuhi operasional kebutuhan keluarga?
Kan masih ada istri dan anak-anak saya. Meskipun tidak menutup mata bahwa saya ini masih punya tabungan.

Anda tidak malu sebagai kepala keluarga?
Buat apa. Inilah sejatinya sebuah keluarga. Asal ada pengertian dan pemahaman yang baik antar anggota keluarga, semuanya tidak ada yang jadi masalah. Tapi jujur saja, istri dan anak-anak tercinta telah membantu dan mendukung saya hingga masih tegak berdiri sampai sekarang.

http://teguhtimur.wordpress.com/2007/09/21/oral-sex-di-lp-cipinang-itu-biasa-bung/

Selasa, 11 September 2007

Usai Ditahan, Revaldo Belum Pernah Menerima Job

PESINETRON Revaldo Fifaldi Surya Permana telah menghirup hawa kebebasan. Aktor yang bermain dalam film 30 Hari Mencari Cinta ini dinyatakan bebas bersyarat pas seminggu sebelum Ramadan. Aldo sebelumnya divonis bersalah dalam kasus narkotik dan obat-obatan berbahaya. Dia sempat ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Pekalongan, Jawa Tengah.

Untuk merayakan kebebasannya, Aldo-panggilan Revaldo-menggelar syukuran di rumah keluarga di Sukabumi, Jawa Barat. "Rasanya senang bisa ketemu keluarga," ucap Aldo bersyukur. Dalam acara tersebut, Aldo diceburkan ke kolam sebagai tanda kebebasannya.

Aldo tentunya tidak bisa melepaskan predikat sebagai mantan narapidana. Julukan ini tentunya dapat berdampak pada pekerjaannya. Hingga kini belum ada satu pun tawaran job untuk lelaki berambut ikal ini. "Kalau pekerjaan, gue belum mikirin," kata Aldo.

Namun, hal tersebut tidak mengganggu pikiran Aldo. Ia cukup bahagia karena doanya terkabul. Aldo ingin sekali menikmati Ramadan di luar penjara.Setahun silam, Aldo menjalankan puasa di hotel prodeo. "Senang bisa dikasih kesempatan puasa bareng keluarga," ujar Aldo.

Di balik itu terdapat tudingan miring seputar pembebasan pemain sinetron Ada Apa Dengan Cinta ini. Pembebasan bersyarat ini dinilai lantaran profesi Aldo sebagai public figure. "Terlepas dari dia selebritis. Semuanya sesuai proses," tutur Riri, pengacara Aldo.

Kebebasan ini tentunya disambut bahagia segenap keluarga Aldo. Tak terkecuali, sang ayah Roy Permana. "Saya kira dengan kebebasan ini Aldo sudah mengerti yang mana teman sejati dan teman biasa," ucap Roy. Dia mengimbau agar Aldo tidak mengulangi kesalahannya.

Kabar ini disambut suka cita teman-teman Aldo. Salah satunya, pesinetron Dwi Andhika yang dikenal sebagai sahabat Aldo. "Alhamdullilah banget. Aku senang bisa melihat perkembangan Aldo sekarang," ucap Dwi.
(Rn-110907)

http://www.sctv.co.id/view/134,17906,1,1189443600,1189496362.html

Minggu, 09 September 2007

Partai Napi

Budaya

DI ERA yang serba mungkin ini, Partai Napi Indonesia—apalagi kalau disingkat PNI,mempunyai peluang lebih bagus dibandingkan partai gurem yang cita-cita tertingginya menjadi pemasok partai lain.

Dari segi keanggotaan, Partai Napi mewakili lapisan masyarakat mana saja—nasionalis, agamais, fundamentalis, marhaenis,juga mewakili etnis mana saja tercantum dalam data.

Dari segi pengalaman jabatan,barang kali tak ada tandingannya: ada jenderal masih aktif ketika dinapikan, ada pengusaha kelas konglomerat—dari berbagai disiplin bisnis,ada pembalap kampiun,ada anak mantan presiden, ada yang pernah menjabat, bupati, wali kota, kepala daerah, seniman, pejuang, ustad,wartawan, penerima wahyu, selebritis, calon presiden, pengatur pemilihan, bendahara, atau yang dianggap extremis, teroris, sampai pengebom,copet,maling,penodong, pembunuh.Atau sebut apa saja.

Tak ada partai lain yang memiliki keanggotaan begitu beragam dan penuh pengalaman seperti ini. Perwakilan mereka juga tersebar di seluruh pelosok, dari alumni rumah tahanan negara atau lembaga pemasyarakatan, baik kelas satu, kelas dua, atau kelas persinggahan sementara, di seluruh pelosok Indonesia. Dan yang lebih menjanjikan lagi,jumlah anggotanya bertambah biak dengan sendirinya.

Kaderisasi berlaku secara otomatis dalam jumlah besar, apalagi kalau menjelang Lebaran seperti ini. Jangan dilupakan,para kader ini telah digembleng, didewasakan dengan latihan hidup,diasramakan yang bisa sama waktunya atau bahkan lebih, dibandingkan melatih calon pegawai negeri,atau calon perwira,atau calon rama sekalipun. Kalau jumlahnya masih kurang, bisa diasumsikan keluarga akan menjadi pembantu penyokong suara.

Kalau mau dihitung surut ke belakang,aha,jumlahnya lebih menggiurkan.Dihitung dari tahun 1965 saja—di mana kadang mereka ini tak mendapat predikat napi karena ditahan tanpa sidang pengadilan, jumlahnya sudah melebihi standar untuk berorganisasi. Apalagi yang dianggap ”pemberontak” bukan hanya tahun itu. Masih bisa ditambahkan, dari segi keanggotaan, bisa dengan mudah membentuk cabang-cabang di luar negeri,karena selama ini napi—atau mantan napi, ada beberapa dari warga negara asing.

Sumber daya manusia yang betul-betul mengalami langsung ketidakadilan, ketidaknyamanan, ketidakberdayaan, merupakan modal besar untuk berani mati sekali pun. Dengan kata lain, ”PNI front residivis”, secara struktural,secara natural,juga secara akal sehat bisa menjadi partai yang akan menggeliat, bahkan mungkin menyengat.

Apalagi untuk simbol sudah sangat memasyarakat: kaos garis-garis simbol jeruji besi,warna biru kusam—seragam napi kalau masuk televisi (sehari-hari mereka berpakaian biasa), dengan lagu wajib ”Napi juga manusia”, atau ”Chain of Love” sampai ”Green-green Grass of Home”, mudah dihafal disenandungkan ” makan nasi jagung/badan terkurung…”

Di era reformasi yang kadang lupa basa- basi ini, kalau secara perorangan belum diizinkan,Partai Napi bisa mewakili. Di era di mana bentuk-bentuk dan cara berkomunikasi lebih mengedepankan aksi dibandingkan misi-visi, peluang ”PNI”lebih menarik perhatian.
Apa lagi kalau berandai-andai, partai ini belum tentu lebih buruk dari partai nonnapi.

Paling tidak, lebih berpengalaman untuk tidak membuat skandal ala katro,culun, dan abal-abal karena mereka ini jawara, abang-abang, brengos, bos, yang lolos dari ketidaknyamanan. Bisa terjadi begitu. Bisa terhenti dengan memperhatikan dan memperjuangkan hak-hak para napi,seperti yang diprakarsai para tokoh,para mantan napi yang baru saja membuat deklarasi. Hak-hak sederhana untuk menempati ruangan,untuk mandi, untuk ”hajat besar”, untuk ”memperbaiki diri”, untuk mendapatkan remisi, atau hak merasa aman.

Hak yang seharusnya tetap ada,karena hukuman yang dijalaninya bukanlah meniadakan hak itu. Ini upaya menawan yang bisa menyentuh para simpatisan—tak usah dari keluarga atau dari mantan, karena tujuannya memperjuangkan kemanusiaan. Baik dari tata krama maupun tata nilai yang perlu selalu diingatkan.Semua ini bisa dilakukan dengan ”aman, lancar, terkendali”, dalam suasana yang ”kondusif”, dan ”diinformasikan”kepada pihak- pihak yang bertugas menangani, membimbing, meneladani.

Berikan kesempatan kepada mereka yang telah mengalami realitas empiris untuk melakukan sesuatu yang bisa membantu. Ini merupakan sisi emas, dengan menapikan mereka. Ini sisi terbaik yang terjadi di lembaga pemasyarakatan— yang bahkan tidak dianggarkan atau direncanakan. Selalu lebih nyaman berhubungan dengan mantan napi—karena ia telah meninggalkan kejahatan apapun yang dilakukan, dibandingkan dengan calon napi—yang masih menjalankan kejahatan tapi belum dibuktikan.(*)

Arswendo Atmowiloto
Pengamat Budaya
MANTAN NAPI JUGA



http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/budaya/partai-napi-2.html

Jumat, 07 September 2007

Hotel Prodeo Bintang Lima

Mengintip lewat celah sempit jeruji penjara. Banyak narapidana tak dimanusiakan. Ada yang mampu membeli kebebasan.

2 Oktober 1992. Penjara Carandiru berubah menjadi medan pertempuran brutal. Perang antargeng di penjara Sao Paolo, Brasil, itu mengakibatkan sembilan narapidana tewas dibantai sesama penghuni sel. Bahkan, kerusuhan meluas dan 102 pesakitan tewas mengenaskan dihujam butir timah panas polisi militer. Alih-alih mengatasi kerusuhan, polisi militer justru memberondong para napi yang kalang-kabut dan panik di balik jeruji besi.

Tragedi Carandiru tercatat sebagai kerusuhan terbesar dalam penjara yang pernah terjadi di negara sepak bola itu. Kepadatan penghuni penjara menjadi pemicu kerap terjadinya perang antargeng di dalam sel. Kejadian sepele dapat memicu ledakan kerusuhan mengerikan dalam penjara. Tragedi Carandiru dipicu saling ejek suporter sepak bola pada pertandingan antarnapi.

Akhir Juli lalu Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta Timur, juga mengalami kerusuhan serupa. Dua napi dinyatakan tewas akibat kerusuhan yang berlangsung beberapa jam tersebut. Penyebabnya juga hampir sama: saling ejek antarsuporter seusai pertandingan sepak bola dalam rangkaian peringatan hari kemerdekaan.

Setelah kerusuhan, penjara Cipinang diisolasi. Wartawan dilarang meliput dan segera digelar razia senjata tajam. Beberapa napi berbahaya dan dianggap sebagai pemicu kerusuhan dipindah ke sejumlah penjara lain. Bentrokan antarnarapidana di Blok C dan F penjara Cipinang itu bukan yang pertama terjadi. Dari sekian banyak bentrokan yang tidak terjejak media, tercatat 4 kerusuhan pernah terjadi di penjara terbesar di Jakarta itu. Dua kerusuhan di antaranya berujung maut, 9 narapidana meregang nyawa.

Dalam kerusuhan di penjara Cipinang, Selasa 31 Juli 2007, itu dua napi, Sukamat alias Munthe dan Syamsul Hidayat tewas. Narapidana penghuni Blok F penjara kelas I ini tewas dianiaya penghuni Blok C.

Penyebab utama kerusuhan itu mulai diperbincangkan orang, jauh di luar tebalnya dinding penjara. Perang memperebutkan kekuasaan di antara raja-raja kecil dalam sel? Atau kelebihan penghuni yang membuat pendek sumbu pemikiran para napi sehingga kerusuhan mudah meledak?

Alasan-alasan tersebut kemudian berpilin membentuk simpul tak beraturan yang menjadi faktor sebab-akibat keruwetan masalah dalam penjara. Simpul utama dibentuk oleh ikatan pokok sesaknya penjara karena kelebihan penghuni.

Untung Sugiono, Direktur Jenderal Pemasyarakatan, mengatakan penjara di seluruh Indonesia saat ini dihuni 113.000 narapidana yang idealnya ditempati 79.000 orang. Karena keterbatasan kapasitas itu napi harus tinggal bersesakan. Sel yang seharusnya hanya untuk 7 orang terpaksa dihuni 9 orang.

"Kapasitas untuk seluruh Indonesia itu 79.000 napi. Diisi 113.000. Itu sudah melebihi kapasitas. Terutama di kota-kota besar," kata Sugiono.

Kekurangan kapasitas atau daya tampung penjara ini diakui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Andi Matalata. Menurut dia, sesaknya penjara bukan karena semakin banyak terdakwa yang divonis dan dipenjarakan. Tiga puluh sampai 35 persen penghuni penjara adalah tahanan titipan kejaksaan ataupun kepolisian yang menunggu proses persidangan.

Untuk mengatasi sesaknya penjara yang dijejali tahanan, melalui perubahan aturan penahanan, polisi dan kejaksaan seharusnya dapat menerapkan tahanan kota untuk terdakwa yang dianggap tidak berbahaya dan tidak dikhawatirkan melarikan diri. "Susahnya sekarang masyarakat ingin menahan semua orang. Kenapa tidak diaktifkan tahanan kota? Kan ada orang-orang yang tidak mungkin melarikan diri," kata Menteri Matalata.

Departemen Hukum dan HAM kemudian memikirkan cara lain untuk mengurangi kepadatan hunian penjara. Salah satunya memberikan pengurangan masa hukuman kepada sejumlah napi yang dianggap berkelakuan baik selama dipenjara. "Korting" masa hukuman juga dijadikan departemen ini untuk mengukur keberhasilan pengurus penjara dalam membina narapidana.

"Jadi, falsafahnya bagaimana menyimpan napi tidak terlalu lama. Sama dengan sekolah. Kalau ada sekolah yang menyimpan muridnya terlalu lama, berarti sekolah itu tidak beres," ujar Andi.
Selain masalah kelebihan penghuni penjara, masalah lain yang menghantui para pesakitan adalah rendahnya pemenuhan hak hidup dasar mereka. Kondisi penjara yang tidak memperhatikan kesehatan, makanan, dan kebutuhan beribadah menjadi masalah tambahan yang membuat tembok penjara terasa semakin sesak.

Pakar hukum pidana Harkristuti Harkrisnowo mengatakan pemenuhan hak hidup dasar narapidana di Indonesia masih jauh dari ideal. Hal itu disebabkan rendahnya pemahaman pegawai lembaga pemasyarakatan mengenai makna pembinaan dan minimnya anggaran negara untuk menyediakan fasilitas hak dasar para narapidana.

"Hak atas kesehatan, makanan, beribadah tidak semuanya terpenuhi secara optimal. Kalau bicara hak asasi manusia memang sangat minimum yang bisa diberikan, karena memang kondisi fasilitasnya tidak terlalu memungkinkan," kata lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia tahun 1979 ini.

Rendahnya pemahaman sipir penjara soal pembinaan napi, ditanggapi Wilson, mantan tahanan politik rezim Orde Baru. Menurut dia, gaji sipir penjara yang rendah membuat mereka malas mengurusi kebutuhan para napi. Bahkan, untuk urusan makan, penghuni penjara harus kreatif putar otak memenuhi kebutuhan gizi.

Kebutuhan olah raga juga tidak diperhatikan. Padahal, energi berlebih para napi karena tidak berkegiatan harus disalurkan lewat cara-cara yang positif. Hal itulah yang membuat Wilson beserta tahanan politik lainnya saat itu menggerakkan kegiatan olah raga di hotel prodeo tersebut.

"Para sipir berpikir dengan yang kecil, mereka enggan bersusah payah mengurusi para napi yang galak-galak. Dengan tingkat kesejahteraan yang seadanya, mereka tidak punya semangat untuk mengurus penghuni penjara," katanya.

Rendahnya kesejahteraan sipir inilah yang juga memicu kreativitas "ngobyek" memberikan fasilitas ekstra dengan imbalan uang. Praktik ini, menurut Anton Medan, menyebabkan tingkatan atau strata penghuni penjara.

Mantan napi kelas kakap penjara Cipinang ini menuturkan, napi berduit dan mampu membayar fasilitas lebih yang ditawarkan sipir dikategorikan sebagai napi elite. Sedangkan napi kere yang tidak mempunyai banyak uang dikategorikan sebagai napi abal-abal.

Beragam fasilitas bisa didapat para napi elite, tergantung jumlah uang sogokan kepada sipir. Mulai dari sel ber-AC, televisi, prempuan, bahkan izin keluar penjara dengan alasan berobat karena sakit. "Saya bahkan bisa punya anak dengan istri saya yang tinggal di luar penjara," ujarnya. (E1)

Penulis: Angga Haksoro. Reporter: Yulianti, Fathiah Wardah Alatas, Liza Desilanhi, Kurniawan Tri Yunanto, Indah Nurmasari.

http://www.vhrmedia.com/vhr-news/bingkai-detail.php?.g=news&.s=bingkai&.e=4o



©2007 VHRmedia.com


Kamis, 06 September 2007

Persatuan Narapidana Indonesia

Pidana
Mas Kopdang

Narapidana apakah bentukan katanya sama dengan narasumber? Sepertinya iya. Atau malah berbeda jauh?

Lalu Apakah Narapidana yang identik sebagai orang bertato, sampah masyarakat dapat dijadikan seorang narasumber? Kenapa tidak?

Pidana, walaupun “ada” dan “menjadi bagian dari “udara pagi-siang malam” kehidupan masyarakat Indonesia, namun aktualisasi pencitraan dirinya sungguh memprihatinkan.

Siapa yang mau datang ke kantor polisi selain bikin Surat Keterangan Berkelakuan Baik untuk syarat masuk PNS atau BUMN? Atau masuk TNI dan POLRI.

Pidana identik dengan hukuman. Dan itulah yang dialami oleh Roy Marten, Mulyana W Kusumah, dan Rahardi Ramelan. Mereka bertiga, mantan narapidana yang menginspirasikan diri mereka sendiri untuk membentuk Persatuan Narapidana Indonesia (KOMPAS hari ini).

Apakah Setiap Narapidana itu Jahat ?

Pertanyaan yang klise. Yang bertanya saja mungkin bosan, apalagi yang menjawabnya. Saya dalam hal ini melepaskan diri dari pengkutuban Pidana Indonesia, sebagai turunan dan hasil eksperimen Ahli Hukum Belanda, dengan membaginya menjadi Pelanggaran dan Kejahatan.

Bila kita kena Tilang, sesuai kepanjangannya -Bukti Pelanggaran- maka kita dianggap telah dianggap melakukan tindak pidana. Apakah kena tilang lantas kita berubah menjadi jahat?

Dan Hukum Pidana Indonesia bukanlah Hukum Pidana Islam (Fiqih Jinayah) maupun Hukum Pidana Agama lainnya ataupun bila dikatakan Hukum Tuhan. Mengapa saya menyatakan demikian? Karena memang sumbernya sangat berbeda.

Hukum Tuhan ya asal-muasalnya dari Firman Tuhan yang disampaikan oleh Yang Mulia Para Penyampai Amanah. Sebuah dogma. Tanpa bisa ditawar. Take it or Leave it. Persis kalau belanja di Carrefour. Punya duit silahkan ambil, ndak punya silahkan minggir.

Nah, sedangkan Pidana Indonesia muncul dari kesepakatan Penyelenggara Negara dengan proses dasar penalisasi. Membuat pidana sebuah Perbuatan. Membuat Pidana Sebuah Keadaan. Bahkan membuat delik Pidana saat kita tak melakukan apa-apa.

Contohnya yang paling mudah:

Di Negara X, para pecandu psikotropika (extasy) masih dianggap sebagai korban/ victim, bukan pelaku kejahatan. Sedangkan di Indonesia, sebelum adanya Undang-undang Psikotropika di negara kita, peminum amfetamin dan ekstasi, boleh-boleh saja. Namun Lama-kelamaan dapat merusak generasi muda, maka penyelenggara negara berembug mencari solusi, maka dibuatlah proses yang disebut Penalisasi.

Membuat yang tadinya BOLEH menjadi TIDAK BOLEH.

Dalam kasus perdagangan Candu-pun seperti ini. Jaman dulu, tempat plesiran di Batavia terdapat kedai untuk menghisap candu. Qua peraturan, dulu boleh. Namun apa lacur bila kedai tersebut buka saat ini? Perbedaannya adalah dahulu boleh sedangkan sekarang sangat dilarang.

Pihak pemutus boleh-tidaknya adalah negara melalui Peraturan Perundang-undangan. Inilah yang disebut Penalisasi. Sebuah perbuatan biasa, yang diubah menjadi perbuatan pidana melalui proses pengaturan via Undang-undang.

Sehingga Pidana adalah masalah hubungan baik - ketaatan seseorang - kepada aturan yang berlaku di negara tempat seseorang tersebut berkewarganegaraan.

Singkatnya: Hubungan Hukum antara Warga Negara dan Negaranya.

… bersambung …

http://kopidangdut.wordpress.com/2007/09/06/pidana/

Kebijakan Pembebasan Bersyarat Masih Sekedar Pemanis

Pemerintah Belum Serius Atur Pembebasan Bersyarat



Peraturan Menhukham Andi Matalata tentang pemberian pembebasan bersyarat dinilai NAPI hanya sebagai pemanis.

Persatuan Narapidana Indonesia (NAPI) protes terhadap ketentuan Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenhukham) No. M.01.PK.04-10 tahun 2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat. “Belum mengubah paradigma memelihara narapidana selama mungkin di penjara,” kata Rahardi Ramelan, Ketua NAPI, saat deklarasi NAPI di Jakarta, Rabu (5/9).

Peraturan yang dikeluarkan di rezim Andi Matalata ini, memang memperbaharui sistem perhitungan pembebasan bersyarat (PB) yang sebelumnya diatur dalam Kepmenkeh M.01-PK.04.10 tahun 1999. Sejatinya peraturan yang ditelorkan pada 16 Agustus 2007 ini akan dijadikan ajang cuci gudang Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).

Perbedaan Pola Perhitungan Pembebasan Bersyarat

Permenhukham No. M.01.PK.04-10/2007
PB = 2/3 (hukuman-remisi)--------> Dihitung sejak in kracht

Kepmenkeh No. M.01-PK.04.10/1999
PB = 2/3 (hukuman-masa tahanan-remisi)---------> Dihitung sejak ditahan


Perhitungan PB yang dimulai sejak ditahan, menurut Dirjen Pemasyarakatan Untung Sugiono beberapa waktu lalu, justru akan mempercepat proses PB. Hal ini juga diakui oleh NAPI dalam siaran persnya. “Bisa mempercepat satu bulan sepuluh hari,” seperti tertuang dalam pers release tertanggal 5 September 2007.

Sayangnya, perhitungan baru itu tetap menghilangkan sepertiga masa remisi. Karena komponen remisi dikalikan dua pertiga. Padahal, “Remisi harus diberikan secara utuh,” ujar Mulyana Wira Kusumah, anggota KPU, yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal NAPI.

Menurut NAPI, hal itu justru bertentangan dengan Pasal 14 UU No. 12/95 tentang Lembaga Pemasyarakatan. Berbenturan pula dengan PP No. 32/99 dan Keppres No. 174/1999, keduanya khusus mengatur tentang Remisi. “Ketiga aturan itu sama sekali tidak menyebutkan pemotongan remisi,” jelas Mulyana. Apalagi, lanjutnya, pemotongan remisi inilah yang menyebabkan kapasitas Lapas membludak.

Sedangkan ketentuan Kepmenkeh diatas malah menghilangkan sepertiga masa tahanan dan remisi. Karena itu, kebijakan Andi Matalata dinilai hanya sebagai ‘pemanis’ dalam mengurangi kapasitas Lapas. “Regulasi yang menyimpang ini harus segera dihentikan,” tegas Rahardi Ramelan.

Selain itu, NAPI juga menghimbau pemerintah dalam hal ini Departemen Hukum dan HAM, agar membebaskan pengajuan PB dari pungli. Masalah klasik ini masih saja menghantui narapidana untuk mendapatkan hak-haknya.

Seorang mantan narapidana yang juga hadir dalam acara itu, menuturkan pengalamannya ketika ditahan di Rutan Salemba. “Untuk mengajukan PB saya harus memberikan uang sebesar Rp8 juta,” katanya.

Untuk itu, NAPI meminta kepada pemerintah untuk membenahi mental pra petugas penjara. NAPI berpendapat semua biaya harus menjadi tanggungan pemerintah. Selain itu, PB harus diberikan secara otomatis jika sudah jatuh tempo, sepanjang narapidana yang besangkutan berkelakukan baik.

Sebelumnya, Untung Sugiono menjamin pemberian PB akan sampai dengan selamat ke tangan narapidana. Pasalnya, saat ini ia mulai melakukan pendataan narapidana dengan sistem online. Dengan sistem ini semua data tentang narapida dan hak-haknya bisa diakses oleh pihak yang berkepentingan. “Dengan sistem terbuka maka tidak akan ada lagi pungli,” kata Untung.


Perjuangan NAPI

Melihat kondisi narapidana yang masih terlilit masalah dalam memperjuangkan hak-haknya, NAPI hadir untuk memperjuangkan hak-hak narapidana sesuai dengan nilai-nilai hak azasi manusia.

Ada tiga hal yang akan dilakukan NAPI dalam perjuangannya :


  1. melakukan revisi aturan teknis yang menghambat hak narapidana, salah satunya soal perhitungan PB.
  2. melakukan reformasi praktik penyelenggara lembaga pemasyarakatan.
  3. perbaikan kelembagaan Lapas itu sendiri.

Untuk memperjuangkan cita-citanya, NAPI tidak sendirian. NAPI menggandeng Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). “YLBHI akan membantu dalam advokasi kebijakan,” terang Taufik Basari, Direktur Hukum dan Advokasi YLBHI.

Strategi yang akan dilakukan dengan melakukan diskusi kajian-kajian terhadap masalah-masalah yang terjadi di Lapas. Hasilnya akan dituangkan dalam paper position dan disampaikan kepada instansi terkait. “Narapidana harus diperlakukan sesuai dengan haknya sebagai manusia,” tegas Taufik.

(Mon)

http://hukumonline.com/detail.asp?id=17530&cl=Berita

Rahardi Ramelan Dirikan Organisasi NAPI


Sejumlah mantan pejabat, pengusaha, dan artis yang pernah merasakan sengsaranya hidup di balik jeruji besi, mendeklarasikan Persatuan Narapidana Indonesia (NAPI). Organisasi ini menggandeng Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). NAPI akan membantu memperjuangkan hak-hak narapidana secara intelektual.

Deklarasi NAPI dibacakan oleh mantan Menperindag/Kabulog Prof Dr Rahardi Ramelan sekaligus sebagai ketua umum organisasi yang didirikannya itu di Jakarta, Rabu (5/9).

Ketua ditempati mantan Panglima Prointegrasi Eurico Guttcrres dan Roy Marten. Sedangkan bendahara dijabat Sussongko Suharjo, Sekjen Mulyana W Kusumah, Dewan Pembina Probosutedjo dan Dewan Pengawas DL Sitorus. Organisasi yang beranggotakan 18 ribu napi dan eks napi di seluruh Indonesia ini, kata Rahardi, dibentuk dari meprihatinan terhadap kondisi napi. "Zaman sekarang napi lebih sengsara dari zaman dulu, gerakan reformasi yang kebanyakan dianggap orang era demokrasi malah lebih menyengsarakan napi dan mendorong mereka sebagai obyek," kata Rahardi yang lebih 2 tahun merasakan pahitnya hidup di dalam LP.

Regulasi yang menyimpang, kata Rahardi, harus segera dihentikan. Karena itu, organisasi ini nantinya akan membantu memperjuangkan hak para napi.

Yang paling menonjol, kata sahabat BJ Habibie ini, soal peraturan Menkum HAM hanya mempercepat napi yang mengambil fasilitas pembebasan bersyarat sepertiga dari masa tahanan. Aturan ini dianggap baik, namun di sisi lain pengurusannya membutuhkan biaya banyak sehingga hanya sebagian kecil napi yang bisa membiayai.
"Jika pemeritah serius menangani LP, maka seharusnya fasilitas pembebasan bersyarat diberikan otomatis tanpa biaya bukan membebankan biaya kepada napi,"ujarnya. 05 dtc

Sumber : Berita Kota, 6 September 2007

http://www.ylbhi.or.id/index.php?cx=2&cy=1.8&op=3000



Rabu, 05 September 2007

Rahardi Deklarasikan NAPI: Probo Pembina, Mulyana Sekjen



Nadhifa Putri - detikcom

Jakarta - Sejumlah mantan pejabat, pengusaha dan artis yang pernah merasakan sengsaranya hidup di balik jeruji besi, mendeklarasikan Persatuan Narapidana Indonesia (NAPI). NAPI menggandeng YLBHI.

Organisasi ini akan membantu memperjuangkan hak-hak narapidana secara intelektual.

Deklarasi dibacakan mantan Menperindag/Kabulog Rahardi Ramelan yang menjabat sebagai ketua umum.

Duduk di jajaran organisasi ini orang-orang terkenal, seperti ketua yang ditempati mantan Panglima Pro Integrasi Eurico Gutterres dan Roy Marten. Sedangkan bendahara dijabat Sussongko Suharjo, Sekjen Mulyana Kusumah, Dewan Pembina Probosutedjo dan Dewan Pengawas DL Sitorus.

Organisasi yang beranggotakan 18 ribu napi dan eks napi di seluruh Indonesia ini, kata Rahardi di sela deklarasi di Hotel Accacia, Jl Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu (5/9/2007), dibentuk dari keprihatinan terhadap kondisi napi.

"Zaman sekarang napi lebih sengsara dari zaman dulu. gerakan reformasi yang kebanyakan dianggap orang era demokrasi malah lebih menyengsarakan napi dan mendorong mereka sebagai obyek," kata Rahardi yang lebih 2 tahun merasakan pahitnya hidup di dalam LP.

Regulasi yang menyimpang, kata Rahardi, harus segera dihentikan. Karena itu, organisasi ini nantinya akan membantu memperjuangkan hak para napi.

Yang paling menonjol, kata sahabat BJ Habibie ini, soal peraturan Menkum HAM hanya mempercepat napi yang mengambil fasilitas pembebasan bersyarat sepertiga dari masa tahanan. Aturan ini dianggap baik, namun di sisi lain pengurusannya membutuhkan biaya banyak sehingga hanya sebagian kecil napi yang bisa membiayai.

"Jika pemeritah serius menangani LP, maka seharusnya fasilitas pembebasan bersyarat diberikan otomatis tanpa biaya bukan membebankan biaya kepada napi," ujarnya.

Bisa saja, Depkum HAM menutup mata dan telinga terhadap penyimpangan ini. "Jika itu terjadi, maka NAPI dan YLBHI akan mengajukan uji material kepada MA atau MK.
(umi/nrl)

http://www.detiknews.com/indexfr.php?url=http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/09/tgl/05/time/163854/idnews/826084/idkanal/10



YLBHI - Partai?

pada sebuah acara. deklarasi persatuan narapidana indonesia (NAPI), sebuah organisasi eks napi dan napi yang memperjuangkan hak hak napi. -well, napi juga manusia-

organisasi semacam ini tidak satu. banyak. kebanyakan menjadi tempat tujuan pertama para eks napi begitu keluar lapas untuk cari info lowongan kerja. tidak berjuang di jalur konstituen.

namun NAPI yang dideklarasikan kemarin punya niat untuk berjuang di jalur konstituen. artinya, mereka berupaya memperjuangkan kebijakan dan implentasi positif yang mewujudkan hak-hak napi seperti akses kesehatan, misalnya. karena hak-hak itu perlu dilindungi secara legal, maka mereka menggandeng YLBHI sebagai mitra. untuk keperluan advokasi bidang hukum.

lalu, mbak-mbak berseragam biru sama denganku, yang duduk didepan tak berbaur, mengacung.

“saya dari media group. - grr… sekarang ganti ya, jadi media group - saya mau tanya, apa organisasi ini nantinya akan berarah membentuk sebuah partai politik?”

gerrr. twew twew….. seisi ruang berpandangan geli. beberapa menegok ke arahku. heh.. anak media group tuh..

lantas, si mbak berjepit di poni kiri seperti menyadari keanehan pada pertanyaannya. ia cepat cepat menambahkan dengan argumennya. mungkin agar terlihat masuk akal. “Ya soalnya saya lihat disini ada YLBHi yang jadi mitra?”

GEEERRRRRRRRR…. bener-bener deh ketawa. jeng antara dah ngikik sembari ngeliat gue dengan muka kasian. media group tuh ca. temen lo tuh.

hehe. bener-bener deh. jaka sembung bawa golok. nggak nyambung, nyong.

http://seeca.blogsome.com/

Sabtu, 01 September 2007

REMISI DALAM SISTEM PEMASYARAKATAN INDONESIA

Menurut Pasal 1 Ayat 1 Keputusan Presiden Republik Indonesia No.174 Tahun 1999, remisi adalah pengurangan masa pidana yang diberikan kepada narapidana dan anak pidana yang telah berkelakuan baik selama menjalani pidana. Merujuk pada Keppres tersebut, remisi dihitung pada saat menjalani masa pidana dan tidak dihitung dengan mengakumulasi masa penahanan.


DASAR HUKUM PEMBERIAN REMISI

  1. Undang-undang No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (pasal 14).
  2. Keputusan Presiden RI No.174 Tahun 1999 Tentang Remisi.
  3. Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan No.M.09.HN.02-01 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Keppres No.174 Tahun 1999 tentang Remisi.
  4. Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM RI No.M.04-HN.02.01 Tahun 2000 tentang Remisi Tambahan bagi Narapidana dan Anak Didik.
  5. Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM RI No.M.03-PS.01.04 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Remisi Bagi Narapidana Yang Menjalani Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Penjara Sementara.
  6. Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM RI No.M.01-HN.02.01 Tahun 2001 tentang Remisi Khusus Yang Tertunda dan Remisi Khusu Bersyarat serta Remisi Tambahan.

Ada beberapa jenis remisi pada Sistem Pemasyarakatan Indonesia :

Remisi Umum : Pengurangan masa pidana yang diberikan kepada narapidana dan anak pidana pada peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus.

Remisi Khusus : Pengurangan masa pidana yang diberikan kepada narapidana dan anak pidana pada Hari Besar Keagamaan yang dianut oleh yang bersangkutan dan dilaksanakan sebanyak-banyaknya I (satu) kali dalam setahun bagi masing-masing agama.

Remisi Tambahan : Pengurangan masa pidana yang diberikan kepada narapidana dan anak pidana yang berbuat jasa kepada negara, melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara atau kemanusiaan atau melakukanperbuatan yang membantu kegiatan lembaga pemasyarakatan.

Departemen Hukum dan HAM sebagai payung sistem pemasyarakatan Indonesia, menyelenggarakan sistem pemasyarakatan agar narapidana dapat memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana, sehingga narapidana dapat diterima kembali dalam lingkungan masyarakatnya, kembali aktif berperan dalam pembangunan serta hidup secara wajar sebagai seorang warga negara.

Saat seorang narapidana menjalani vonis yang dijatuhkan oleh pengadilan, maka hak-haknya sebagai warga negara akan dibatasi. Sesuai Pasal ayat 7 UU.No.12 Tahun 1995, narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan. Walaupun terpidana kehilangan kemerdekaannya, tapi ada hak-hak narapidana yang tetap dilindungi dalam sistem pemasyarakatan Indonesia.


Hak-hak tersebut adalah :

  1. Hak untuk melakukan ibadah
  2. Hak untuk mendapat perawatan rohani dan jasmani
  3. Hak pendidikan
  4. Hak Pelayanan Kesehatan dan makanan yang layak
  5. Hak menyampaikan keluhan
  6. Hak memperoleh informasi
  7. Hak mendapatkan upah atas pekerjaannya
  8. Hak menerima kunjungan
  9. Hak mendapatkan remisi
  10. Hak mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk mengunjungi keluarga
  11. Hak untuk mendapatkan pembebasan bersyarat
  12. Hak mendapatkan cuti menjelang bebas,
  13. serta hak-hak lain sesuai dengan peraturan yang berlaku

Perlu diingat bahwa hak-hak tersebut tidak diperoleh secara otomatis tetapi dengan syarat atau kriteria tertentu. Sama halnya dengan pemberian remisi.


Proses Pembinaan Narapidana
Ada 4 tahap dalam proses pembinaan narapidana Sistem Pemasyarakatan Indonesia. Remisi sudah dapat dihitung semenjak yang bersangkutan yang telah berstatus narapidana menjalani masa pidana atau dalam Sistem Pemasyarakatan Indonesia disebut dengan menjalani proses pembinaan.

Dalam tahap pertama menjalankan proses pembinaan terhadap narapidana, lembaga pemasyarakatan melakukan penelitian terhadap hal ikhwal narapidana; sebab dilakukannya suatu pelanggaran. Pembinaan ini dilaksanakan saat yang bersangkutan berstatus sebagai narapidana sampai dengan 1/3 (sepertiga) masa pidananya. Pada tahap ini, pembinaan dilakukan didalam lembaga pemasyarakatan dengan pengawasan maksimum.

Pada
tahap kedua proses pembinaan, setelah yang bersangkutan telah menjalani 1/3 masa pidana yang sebenarnya, serta narapidana tersebut dianggap sudah mencapai cukup kemajuan maka kepada narapidana yang bersangkutan diberikan kebebasan yang lebih banyak dan ditempatkan pada Lembaga Pemasyarakatan dalam pengawasan medium security. Yang dimaksud dengan narapidana telah menunjukkan kemajuan disini adalah dengan terlihatnya keinsyafan, perbaikan diri, disiplin dan patuh pada peraturan tata-tertib yang berlaku di Lembaga.

Setelah menjalani 1/2 dari masa pidana yang sebenarnya, maka wadah proses pembinaan diperluas dengan asimilasi yang pelaksanaannya terdiri dari 2 bagian yaitu yang pertama waktunya dimulai sejak berakhirnya tahap awal sampai dengan 1/2 dari masa pidananya. Pada tahap ini pembinaan masih dilaksanakan di dalam Lapas dengan sistem pengawasan menengah (medium security). Tahap kedua dimulai sejak berakhirnya masa lanjutan pertama sampai dengan 2/3 masa pidananya. Dalam tahap lanjutan ini narapidana sudah memasuki tahap asimilasi dan selanjutnya dapat diberikan pembebasan bersyarat atau cuti menjelang bebas dengan pengawasan minimum.

Setelah proses pembinaan telah berjalan selama 2/3 masa pidana yang sebenarnya atau sekurang-kurangnya 9 bulan, maka pembinaan dalam tahap ini memasuki pembinaan tahap akhir. Pembinaan
tahap akhir yaitu berupa kegiatan perencanaan dan pelaksanaan program integrasi yang dimulai sejak berakhirnya tahap lanjutan sampai dengan selesainya masa pidana. Pada tahap ini, bagi narapidana yang memenuhi syarat diberikan cuti menjelang bebas atau pembebasan bersyarat. Pembinaan dilakukan diluar Lapas oleh Balai Pemasyarakatan (BAPAS) yang kemudian disebut pembimbingan Klien Pemasyarakatan.

Besarnya Remisi Yang Diberikan Kepada Narapidana dan Anak Pidana

A. Remisi Umum (17 Agustus)

a. Tahun Pertama apabila telah menjalani 6 bulan s/d 12 bulan, besarnya remisi 1 bulan.
b. Tahun Pertama apabila telah menjalani lebih dari 12 bulan, besarnya remisi 2 bulan.
c. Tahun Kedua, besarnya remisi 3 bulan.
d. Tahun Ketiga, besarnya remisi 4 bulan.
e. Tahun keempat, besarnya remisi 5 bulan.
f. Tahun kelima, besarnya remisi 5 bulan.
g. Tahun keenam, besarnya remisi 6 bulan.
h. Tahun ketujuh dan seterusnya, besarnya remisi 6 bulan
.
B. Remisi Khusus (Idul Fitri, Natal, Nyepi dan Waisak)

Tahun Pertama apabila telah menjalani pidana 6 bulan sampai dengan 12 bulan, diberikan remisi sebesar 15 hari.
Apabila telah menjalani 12 bulan atau lebih, diberikan remisi sebesar 1 bulan.
Tahun kedua dan ketiga, diberikan masing-masing 1 bulan.
Tahun keempat dan kelima , diberikan masing-masing 1 bulan 15 hari.
Tahun keenam dan seterusnya, diberikan remisi 2 bulan.

C. Remisi Tambahan
a. Berbuat jasa pada negara :

  • Membela negara secara moral, material dan fisik dari serangan musuh.
  • Membela negara secara moral, material dan fisik terhadap pemberontakan yang berupaya memecah belah atau memisahkan diri dari Negara Kesatuan RI.
    Besarnya remisi : 1/2 dari remisi umum yang diperoleh pada tahun yang bersangkutan
    .

b. Melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara atau kemanusiaan.

  • Menemukan inovasi yang berguna untuk pembangunan bangsa dan negara RI.
  • Turut serta mengamankan Lapas atau Rutan apabila terjadi keributan atau huru hara.
  • Turut serta menanggulangi akibat yang ditimbulkan bencana alam di lingkungan Lapas, Rutan atau wilayah sekitarnya.
  • Menjadi donor darah 4 (empat) kali atau salah satu organ tubuh bagi orang lain.
    Besarnya remisi yang diberikan sebesar 1/2 dari remisi umum yang diperoleh pada tahun yang bersangkutan.

c. Melakukan perbuatan yang membantu kegiatan pembinaan di Lapas atau Rutan.

Pemuka kerja.
Melakukan pendidikan dan pengajaran kepada sesama narapidana dan anak didik.
Besarnya remisi yang diberikan 1/3 dari remisi umum yang diperoleh pada tahun yang bersangkutan

Dengan mengetahui cara menghitung pemberian remisi maka masyarakat dapat membuat estimasi angka remisi. Angka remisi yang didapat tentunya akan mengurangi jumlah masa hukuman seorang narapidana, serta membuat seorang narapidana dapat lebih cepat kembali kepada keluarga dan masyarakatnya sebagai warga negara yang baik, menyongsong masa depan yang lebih baik.

------------------------
Oleh. Fatma Puspita Sari
Penulis adalah Staf pada Biro Humas dan HLN


http://www.depkumham.go.id/templates/NewsComment.aspx?pm3nc=1&params=Z3VpZD0lN2JCNTVEN0Y1Ny1BMDAwLTREQUQtQjg1RS0wQzRDQURCNkUwMEIlN2Q%3D