Jumat, 21 September 2007

Oral Sex di LP Cipinang, Itu Biasa Bung!

by teguhtimur

SETAHUN lalu, di pertengahan bulan Juli, saya berpapasan dengan Rahardi Ramelan di gedung administrasi LP Cipinang. Ketika itu saya sedang menunggu nama saya dipanggil oleh petugas LP untuk proses selanjutnya sebelum saya dijebloskan ke sel Cipinang. Sidik jari sudah diambil, data-data lain juga sudah dicatat oleh petugas. Periksa tatto juga sudah.

“Anda punya tatto?” tanya si petugas.
“Tidak ada Pak. Kalau bekas sunat ada,” jawab saya sambil tersenyum dengan maksud mencoba mencairkan suasana dengan banyolan konyol.

Tetapi dia diam saja. Sama sekali tak memperdulikan ucapan saya. Airmukanya tetap keruh dan tak bersahabat. Duh, nasib jadi tahanan…

Di lorong gedung administrasi itu, napi-napi yang baru selesai rapat persiapan peringatan HUT RI ke-61 duduk bergerombol. Sebagian duduk di sebelah saya, di atas bangku panjang, dan sebagian lagi duduk jongkok di pojok dekat tangga sambil menghisap rokok. Beberapa menatap saya dengan nyalang. Deg-degan juga hati ini. Saat itulah Rahardi keluar dari salah satu ruangan di lantai dua gedung administrasi.

Seorang tahanan bertubuh kecil berjalan di sebelahnya membawakan tas tangan hitam milik Rahardi. Melihat Rahardi, saya langsung berdiri menghampiri.

“Selamat sore Pak. Saya Teguh, Rakyat Merdeka.”

Saya memperkenalkan diri. Selama ini saya hanya mengenal bekas kepala Badan Urusan Logistik itu dari pemberitaan. Belum pernah sekalipun saya bertatap muka dengannya.

“Eh Mas, sedang liputan apa?” tanyanya sedikit kaget. Mungkin dia mengira saya sedang menunggu dia untuk keperluan wawancara.

“Bukan sedang tugas Pak. Saya masuk nih.”
“Ah, yang benar. Kenapa?”

“Biasa Pak, kasus jurnalistik,” jawab saya singkat tanpa merinci.

“Ooo… Tenang aja Mas. Memang dunia ini lagi aneh. Anda tenang-tenang aja di sini. Negara ini tidak akan terbalik walaupun kita di dalam (LP Cipinang). Oh ya, saya tiap pagi lari-lari di lapangan. Nanti kita ngobrol-ngobrol ya. Main ke sel saya juga silakan.”

Tak lama Rahardi berlalu, sementara saya kembali duduk di bangku panjang itu, di antara para napi yang beberapa dari mereka menatap saya dengan nyalang.

Itu pertemuan pertama dan terakhir saya dengan Rahardi di LP Cipinang. Keesokan harinya, setelah 24 jam, atas desakan berbagai pihak akhirnya penahanan diri saya ditangguhkan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Saya pulang di awal malam, di saat Jakarta diguyur hujan deras, angir bertiup kencang, dan petir menyambar-nyambar. Tak banyak yang menyaksikan saya keluar meninggalkan Cipinang. Saya juga tak sempat pamit ke Rahardi dan mengucapkan terima kasih, karena dalam pertemuan yang singkat itu dia mampu menenangkan hati saya.

Beberapa bulan kemudian, setelah Rahardi keluar dari Cipinang, beberapa kawan sambil bercanda berkata kepada saya.
“Elu gak ikut Rahardi dan Roy Marten bikin aliansi pembela napi?”

Saya tersenyum mendengar pertanyaan itu. Hanya 24 jam, tetapi rekaman di benak saya tentang LP Cipinang cukup banyak juga. Sebagian sudah saya beberkan kepada beberapa kawan.

Dan hari ini, saya jadi ingin menulis kembali tentang Cipinang setelah membaca wawancara Rahardi Ramelan di myRMnews. Dia jelas tahu lebih banyak apa yang terjadi di balik tembok Cipinang. Judul tulisan ini saya adopsi bulat-bulat dari wawancara tersebut.

SETAHUN sudah bekas Kepala Badan Urusan Logistik (Kabulog) Rahardi Ramelan menikmati udara bebas. Rabu , 20 September 2006, Rahardi keluar dari Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang, Jakarta Timur, setelah menjalani 2/3 hukuman dalam kasus penyalahgunaan dana nonbujeter Bulog.

Dalam kasus yang merugikan negara Rp 4,6 miliar ini, Rahardi dijatuhi hukuman dua tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan itu dikuatkan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Kemudian, Mahkamah Agung pun menolak kasasi Rahardi sehingga mengukuhkan hukuman itu. Setelah vonis memiliki kekuatan hukum, pada 15 Agustus 2005 Rahardi masuk ke LP Cipinang untuk menjalani hukuman.

Setahun lebih menjadi warga LP Cipinang, Rahardi mengaku dianggap sesepuh, bahkan teman-teman sesama napi memanggilnya dengan sapaan Pak De. Ketokohan di dalam penjara membuat dirinya dinobatkan menjadi Ketua Perhimpunan Narapidana Indonesia (Napi)—yang dibentuk bersama-sama para alumni eks napi. Ikut dalam barisan ini diantaranya, Mulyana W Kusumah yang menjadi penghuni Rutan Salemba, aktor Roy Marten dan Probosutedjo yang kini masih mendekam di penjara Sukamiskin, Bandung.

Di kediamannya, di kawasan Harjamukti, Cibubur, Jakarta Timur, pria dengan perawakan kurus yang kini berusia 68 tahun ini menceritakan pengalamannya saat tinggal di LP Cipinang. Petikannya:

Apa pengalaman yang bisa Anda petik selama tinggal di LP Cipinang?
Menjadi penghuni LP Cipinang sebagai tahanan Kejaksaan Tinggi dan Pengadilan Negeri pada tahun 2002 selama 69 hari dan sebagai narapidana pada tahun 2005/2006 selama 13 bulan, telah memberikan pengertian mengenai kehidupan di penjara beserta segala masalahnya. Interaksi dengan narapidana lainnya dari berbagai kasus dan jenis hukuman makin melengkapi pengetahuan mengenai keadaan peradilan kita.

Pandangan Anda terhadap LP seperti apa?
Masalah pemasyarakatan tidak bisa terlepas dari proses peradilan sebelumnya, dan juga tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat umumnya. Berbagai isu yang menyelimuti peradilan kita seperti masalah suap, rekayasa, intervensi penguasa dan lainnya, akhirnya akan bermuara di LP. Dengan meningkatnya penanganan masalah kasus korupsi oleh KPK juga membawa dampak yang signifikan dalam proses peradilan dan kehidupan di LP.

Dalam pengamatan Anda, bagaimana kondisi keseluruhan LP Cipinang?
Baik sebelum maupun sesudah ada gedung baru. LP Cipinang tetap saja penghuninya berjubel, November 2006 tercatat dihuni sekitar empat ribu orang.

Mereka itu tahanan dari mana saja?
Setengahnya adalah tahanan titipan dari kejaksaan, maupun pengadilan. Sisanya adalah narapidana, 70 persen adalah mereka yang menjalani hukuman di atas satu tahun, 29 persen dengan hukuman antara tiga bulan dan satu tahun.

Bentuk kejatahannya…
Mereka menjadi penghuni Cipinang dilatari kejahatan yang berbeda. Yaitu pencurian, penipuan, perampokan, narkoba, terorisme, kejahatan HAM berat sampai kejahatan ekonomi dan korupsi.

Semuanya benar-benar bersalah?
Mereka belum tentu bersalah. Ada yang sengaja dijebak atau kejebak, tertangkap atau direkayasa karena keinginan kekuasaan ataupun tidak mempunyai uang.

Ada perbedaan lainnya?
Dilihat dari berbagai sisi, penghuni LP Cipinang sangat heterogen. Mulai dari yang buta huruf sampai doktor atau guru besar. Intelektualnya pun yang sangat berbeda, mungkin dari IQ 90 sampai 140. Ada juga perbedaan dari segi keterampilan, status sosial, suku dan lamanya hukuman menjadikan masyarakat LP Cipinang sangat heterogen. Sehingga, muncul berbagai pengelompokan di dalam LP, yang merupakan organisasi tanpa bentuk (OTB).

Kalau dari sisi manajemen LP, bagaimana?
Dari sisi manajemen, jumlah staf, pegawai, dan petugas yang sangat terbatas tidak seimbang dengan jumlah narapidana. Struktur kepegawaian yang pincang, terutama kurangnya tenaga lapangan. Tidak memberikan kesempatan berkembang bagi pegawai non AKIP (pegawai yang mendapat pendidikan lanjutan), setelah selesai jarang mendapatkan tempat yang sesuai dengan keahliannya. Sifat dan prilaku organisasi yang otoriter dan militeristik menyebabkan tidak bekembanganya inisiatif dari bawah.

Ada yang lain?
Ditambah lagi dengan terbatasnya penghasilan dan tunjangan. Adanya tunjangan pemasyarakatan yang disebut tunjangan fungsional (bukan tunjangan fungsional yang sebenarnya) yang keliru, menyebabkan tidak mungkin berkembangnya jabatan fungsional lainnya seperti pranata komputer dan sebagainya. Saat ini telah ditetapkan juga tunjangan risiko pekerjaan. Tetapi semua ini tidak mencukupi kebutuhan hidup keluarganya di Jakarta. Banyak keputusan yang bekaitan dengan kewenangan Kalapas (kepala lapas), ditarik ke atas sampai tingkat dirjen dan menteri. Walaupun kelihatannya seperti ada pendelegasian, tetapi yang didelegasikan bukan kewenangan tetapi tugas penandatanganan.

Dari segi anggaran…
Anggaran yang dialokasikan untuk operasional LP sangat terbatas, sehingga selalu diperlukan partisipasi narapidana dalam membiayai kegiatan tertentu temasuk biaya operasional LP. Hak seorang narapidana untuk mendapatkan kutipan keputusan, hanya bisa didapatkan dengan mengeluarkan biaya. Keputusan Mahkamah Agung yang sering terlambat, contohnya pada kasus yang saya alami yaitu hampir sepuluh bulan, sangat merugikan narapidana untuk mendapatkan hak-haknya.

Apa benar LP masih jadi hotel prodeo?
Sudah tidak berlaku lagi. Berbagai kebutuhan dasar seperti perlengkapan kamar, makan, kesehatan, media-informasi, pendidikan harus dibiayai sendiri. Gedung baru yang mulai dioperasikan belum setahun sudah terkesan kumuh. Pengamatan narapidana, gedung baru dibangun dengan konsep kembali ke penjara atau bui, jauh dari upaya pembentukan LP. Kamar yang harusnya diisi tiga orang sekarang diisi tujuh orang. Yang untuk lima orang diisi sampai sebelas orang, dan yang untuk tujuh orang diisi di atas 15 orang.

Jadi, sudah ada kekeliruan dong…
Betul. Ruangan umum tempat narapidana bersosialisasi pun sudah dipadati oleh narapidana. Fungsi beberapa ruangan lainnyapun sudah keliru sejak awal. Kamar mandi bersama yang dilengkapi sprinkle, sekarang dimanfaatkan menjadi kamar atau dapur walaupun sebetulnya dapur di gedung baru tidak diperkenankan, incinerator untuk sampah belum pernah dioperasikan, demikian juga generator back up berdiri seperti semula.

Keluhan lainnya…
Sumber dan volume air yang dibangun baru, tidak sesuai dengan kebutuhan, sehingga beberapa buah sumur bor terpaksa dibuat di sekeliling bangunan tertentu atas biaya penghuni. Kunjungan yang menjadi faktor penting dalam pemasyarakatan tidak diasingkan dari masyarakatnya terutama hubungan keluarga telah menjadi ajang rebutan kekuasaan dan penghasilan.

Ada rumor, sering terjadi hubungan sex sesama narapidana, apa betul?
Memang. Sering terjadi hubungan mesra termasuk oral sex antara narapidana dengan pasangannya tidak dapat dihindarkan, dan terjadi serta dilihat oleh orang sekitarnya, termasuk anak-anak. Dengan dipasangnya kamera monitor di ruang kunjungan, semua prilaku narapidana dan pengunjung dapat dilihat oleh para petugas di operation room. Kalau kunjungan kebutuhan biologis ini tidak diatur, maka kekerasan seksual antar sejenis akan terjadi.

Anda kelihatan paham betul dengan kondisi LP. Itukah alasannya membentuk dan memimpin Persatuan Narapidana Indonesia (NAPI)?
Teman-teman komunitas suku ras atau kelompok di LP merasa perlu adanya kelompok yang lebih tinggi mewadahi kepentingan mereka semua. Nggak tau saja kenapa saya yang dipilih. Mungkin mereka menganggap saya sesepuh atau pernah dibilang pengganti Pak De. Ya karena saya pikir niatnya baik, akhirnya saya dan rekan-rekan coba seriusi lembaga NAPI ini sampai akhirnya resmi legal berdiri.

Membela kepentingan napi, bukankah itu citranya negatif?
Setiap Napi, termasuk saya memang orang bodoh, bego atau kasar dan jahat. Tapi prinsipnya semua manusia itu sama. Ada yang ingin berubah lebih baik. Dan sebagian napi pun ada yang tidak murni dihukum atas kejahatan. Ada juga yang dijebak hasil rekayasa dan sebagainya. Lagipula perilaku di dalam maupun di luar LP itu kan sama. Coba sebutkan mana yang beda?

Di LP sering terjadi tawuran antara napi, komentar Anda?
Sama kan dengan kerusuhan antar suporter bola atau tawuran antar anak SMA. Tapi, kerusuhan di LP terjadi karena ada kegiatan silaturahmi yang mulai hilang. Salah satunya safari ramadhan yang dulu biasa saya galakan.

Selain pimpin NAPI, apa kegiatan Anda sekarang?
Hanya mengajar, membaca dan menulis artikel di media massa.

Tidak ada bisnis atau laba usaha?
Nggak ada sama sekali.

Lalu dari mana Anda bisa memenuhi operasional kebutuhan keluarga?
Kan masih ada istri dan anak-anak saya. Meskipun tidak menutup mata bahwa saya ini masih punya tabungan.

Anda tidak malu sebagai kepala keluarga?
Buat apa. Inilah sejatinya sebuah keluarga. Asal ada pengertian dan pemahaman yang baik antar anggota keluarga, semuanya tidak ada yang jadi masalah. Tapi jujur saja, istri dan anak-anak tercinta telah membantu dan mendukung saya hingga masih tegak berdiri sampai sekarang.

http://teguhtimur.wordpress.com/2007/09/21/oral-sex-di-lp-cipinang-itu-biasa-bung/

0 komentar:

Posting Komentar