Kamis, 06 September 2007

Rahardi Ramelan Dirikan Organisasi NAPI


Sejumlah mantan pejabat, pengusaha, dan artis yang pernah merasakan sengsaranya hidup di balik jeruji besi, mendeklarasikan Persatuan Narapidana Indonesia (NAPI). Organisasi ini menggandeng Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). NAPI akan membantu memperjuangkan hak-hak narapidana secara intelektual.

Deklarasi NAPI dibacakan oleh mantan Menperindag/Kabulog Prof Dr Rahardi Ramelan sekaligus sebagai ketua umum organisasi yang didirikannya itu di Jakarta, Rabu (5/9).

Ketua ditempati mantan Panglima Prointegrasi Eurico Guttcrres dan Roy Marten. Sedangkan bendahara dijabat Sussongko Suharjo, Sekjen Mulyana W Kusumah, Dewan Pembina Probosutedjo dan Dewan Pengawas DL Sitorus. Organisasi yang beranggotakan 18 ribu napi dan eks napi di seluruh Indonesia ini, kata Rahardi, dibentuk dari meprihatinan terhadap kondisi napi. "Zaman sekarang napi lebih sengsara dari zaman dulu, gerakan reformasi yang kebanyakan dianggap orang era demokrasi malah lebih menyengsarakan napi dan mendorong mereka sebagai obyek," kata Rahardi yang lebih 2 tahun merasakan pahitnya hidup di dalam LP.

Regulasi yang menyimpang, kata Rahardi, harus segera dihentikan. Karena itu, organisasi ini nantinya akan membantu memperjuangkan hak para napi.

Yang paling menonjol, kata sahabat BJ Habibie ini, soal peraturan Menkum HAM hanya mempercepat napi yang mengambil fasilitas pembebasan bersyarat sepertiga dari masa tahanan. Aturan ini dianggap baik, namun di sisi lain pengurusannya membutuhkan biaya banyak sehingga hanya sebagian kecil napi yang bisa membiayai.
"Jika pemeritah serius menangani LP, maka seharusnya fasilitas pembebasan bersyarat diberikan otomatis tanpa biaya bukan membebankan biaya kepada napi,"ujarnya. 05 dtc

Sumber : Berita Kota, 6 September 2007

http://www.ylbhi.or.id/index.php?cx=2&cy=1.8&op=3000



1 komentar:

Bedasarkan episode pada tanggal 7 Februari 2008 di acara Kick Andy, yang kalau tidak salah mengenai kehidupan di LP Cipinang yang telah membuka kuliah Hukum, dan melihat banyak sekali bapak-bapak yang mempunyai dedikasi tinggi untuk negara malah masuk dalam penjara.
Jangan-jangan Bapak saya juga salah satu korban di salah satu kota kabupaten di Aceh.
Awalnya bapak saya bekerja di BPKP Banda Aceh, lebih kurang 30 tahun lamanya menjadi auditor. Sambil bekerja Bapak sempat mengejar S2 nya walaupun usianya sudah 50 tahun, Alhamdulillah selesai.Ibu hanya ibu rumah tangga biasa.
Ketika dua tahun lagi Bapak hampir pensiun dari BPKP, Bapak ditawari oleh Bupati di salah satu kota kabupaten di Aceh untuk menjadi staf ahli bupati dan bapak memutuskan untuk menerima tawaran itu dengan tujuan ingin membangun kota tersebut, berhubung Bapak saya adalah putra daerah di kabupaten tersebut.
Tetapi setelah bapak saya berhasil membangun kota dan masyarakat desa tersebut dan saya tegaskan Bapak tidak pernah menerima gaji yang selayaknya, malah bisa dibilang Gaji bapak sama halnya dengan Gaji tukang becak selama 7 hari kerja, Bapak malah difitnah oleh bupati tersebut yang bersekongkol dengan jaksa agar Bapak saya ditahan yang belum tahu apa kesalahan sebenarnya. Pokoknya Jaksa main tangkap saja.
Disambung dengan kasus sekarang yang lagi hangat tentang salah satu Jaksa di Jakarta menerima suap, saya ingin mengatakan disini, permainan Jaksa dimana-mana, di seluruh Indonesia sama. Mereka menjadikan korban mereka seperti mesin ATM, termasuk Bapak saya sendiri. Dalam kasus ini, Bapak saya tidak menyuap jaksa, Tapi Bapak saya malah diperas seperti mesin ATM.Dan banyak cerita dari LP bahwa walaupun salah ataupun tidak salah jaksa tetap memeras uang kepada "korban" dari puluhan juta hingga ratusan juta rupiah. Sehingga kami keluarganya yang diluar morat marit mencari pinjaman uang di luar dan kami harus menyerahkannya kepada jaksa tanpa kuitansi melewati pengacara.Kalau kami tidak memenuhi, Bapak akan diberi waktu yang lebih lama untuk mendekam di dalam penjara, sedangkan kami tidak mempunyai simpanan dan penghasilan lain kalau tidak Bapak yang mencari.
Mereka tidak mengingat Allah Maha melihat dan Mengetahui.
Kalau saudara tidak percaya, silahkan datang ke LP yang ada di Aceh untuk melakukan investigasi, karena dari apa yang saya dengar dari napi-napi disini, semua cerita tentang jaksa hampir sama dengan apa yang terjadi pada Bapak saya.
Pokoknya saya tidak percaya lagi pada penegak hukum di Indonesia. Seperti apa yang dikatakan Bapak Theo, bahwa negara Indonesia ini bukan negara Hukum, tetapi negara yang menghukum orang dan itupun ditambah lagi dengan pemerasan yang sangat dahsyat walaupun dengan orang kecil (setengah kecil) sekalipun.
Dan kalau Pak Rahardi Ramelan ada membaca surat terbuka ini mungkin bisa jadi bahan untuk calon-calon penegak hukum yang sedang kuliah di LP Cipinang.

Terima Kasih.

--------------------------------------------------------------------------------

Posting Komentar